Cluster Casablanca, Sentul City, Bogor - Jawa Barat - 16810 | Hotline: 0813-1112-5384 (Call/SMS/WA)

21 November 2025

Pemikiran Ulil Amri Syafri tentang Filsafat Pendidikan Islam

Menurut Ulil Amri Syafri, ada satu hal mendasar yang harus dikembalikan dalam wacana pendidikan Islam: bahwa filsafat bukan barang asing dalam tradisi kita. Ia bukan sekadar warisan Yunani atau produk akademik modern. Dalam pandangan ini, akar terdalam filsafat sesungguhnya telah hidup dalam fitrah manusia, sebagaimana ditunjukkan Al-Qur’an melalui kisah pencarian Tuhan oleh Nabi Ibrahim AS.

Kisah Qur’ani (Al-An‘ām 76–79) dipahami sebagai potret paling jernih dari kerja intelektual manusia. Ketika Nabi Ibrahim AS menatap bintang, bulan, dan matahari, menurut Ulil Amri Syafri, ia sedang mengaktifkan potensi berfikir yang Allah tanamkan sebagai fitrah manusia: mempertanyakan, menimbang, dan menguji kebenaran. Inilah aktivitas filosofis yang paling autentik—pencarian makna yang tumbuh dari dorongan batin, bukan dari kurikulum formal.

#ulilamrisyafri


Karena itu, Ulil Amri Syafri menegaskan bahwa fithrah al-‘aql merupakan fondasi awal filsafat pendidikan Islam. Akal dianugerahkan untuk mencari kebenaran, tetapi tetap membutuhkan wahyu sebagai orientasi final. Dalam konstruksinya, filsafat dan wahyu bukan dua entitas yang berlawanan, melainkan dialog abadi antara pencarian manusia dan petunjuk Tuhan. Di sinilah letak karakter khas filsafat pendidikan Islam.

Filsafat pendidikan Islam, sebagaimana dibangun Ulil Amri Syafri, adalah kerangka pemikiran yang menempatkan pencarian makna sebagai inti pendidikan. Pendidikan adalah upaya menyeimbangkan potensi manusia—akal, ruh, dan rasa—sehingga ia berfungsi sebagai jantung peradaban. Hubungan antara akal dan wahyu harus berjalan saling menuntun, melahirkan pencarian kebenaran yang berakar pada petunjuk Ilahi.

Lebih dari teori, filsafat pendidikan Islam dipahami sebagai jalan hidup yang mengintegrasikan iman, ilmu, dan kemanusiaan dalam satu kesatuan nilai. Dari sini lahir orientasi pembaruan: bahwa pendidikan harus kembali kepada hakikatnya, yakni membentuk manusia yang utuh—beriman, berilmu, kritis dalam berpikir, beradab dalam bertindak, dan halus rasa dalam membangun relasi kemanusiaan.

Dalam konteks Nusantara, Ulil Amri Syafri melihat bahwa filsafat pendidikan Islam mendapatkan kekuatan khasnya bukan dari abstraksi, tetapi dari pengalaman sosial dan spiritual yang hidup dalam masyarakat. Tradisi surau, pesantren, relasi guru–murid, serta nilai adab yang mengalir dalam kehidupan intelektual menjadi sumber artikulasi filsafat yang dinamis. Karena itu, pemikiran pendidikan tokoh seperti KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasyim Asy’ari, Syekh Abdullah Ahmad, A. Hasan Bangil, M. Natsir, dan lainnya—dalam perspektif Ulil Amri Syafri—harus dibaca sebagai ekspresi filsafat pendidikan Islam yang mengakar, bukan konsep yang terapung dalam ruang teori.

Dengan demikian, bagi Ulil Amri Syafri, filsafat pendidikan Islam adalah:
— ekspresi fitrah intelektual manusia,
— dialog akal dan wahyu,
— kerangka peradaban,
— dan jalan hidup yang membentuk manusia beradab

#ulilamrisyafri


0 komentar:

Post a Comment