Cluster Casablanca, Sentul City, Bogor - Jawa Barat - 16810 | Hotline: 0813-1112-5384 (Call/SMS/WA)

20 June 2016

Dialog Pendidikan Islam


Dalam rangka mensosialisasikan Pusat Pendidikan Islam Muslim Cendekia Madani, diadakanlah Dialog Pendidikan Islam di beberapa kota di Jawa Tengah yang dimulai dari kota Brebes, Tegal, Pekalongan, Magelang dan Wonosobo.

Kegiatan akan dimulai tanggal 19 Juni hingga 23 Juni 2016 yang akan dipandu oleh Dr. H. Ulil Amri Syafrie, Lc. MA. dan Dr. Muhyani M.Psi.T.

13 June 2016

Kesalahan Dalam Pembelajaran


Oleh. Dr. Muhyani, M.Psi. T.

Hampir sebagian besar pembelajaran yang dilakukan oleh guru di kelas banyak mengalami kegagalan. Menjamurnya lembaga bimbingan belajar merupakan indikasi gagalnya guru dalam proses pembelajaran. Bahkan banyak sekolah yang sengaja bekerja sama dengan lembaga bimbel. Kondisi ini menunjukkan pengakuan pihak sekolah akan kegagalan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru.

Pertanyaannya adalah, mengapa terjadi kegagalan dalam proses pembelajaran di sekolah?

Ada beberapa faktor penyebab kegagalan dalam proses pembelajaran, antara lain:
  1. Kompetensi guru yang kurang memadai.
  2. Metode pembelajaran yang tidak tepat.
  3. Iklim kelas yang kurang kondusif.
  4. Konten Pembelajaran yang tidak memiliki daya guna bagi peserta didiknya.
  5. Penerapan filosofi pendidikan yang keliru.

Dari kelima faktor di atas, faktor kelimalah yang akan diuraikan.

Katakanlah 1-4 sudah bisa diatasi, tapi mengapa lembaga bimbel masih dibutuhkan oleh sekolah?

Jawabannya adalah karena penerapan filosofi Pembelajaran yang keliru!

Seharusnya seorang guru harus meniru filosofi petani dalam melakukan kegiatan pembelajaran. Sebagian besar guru ketika di depan kelas setelah melakukan apersepsi, langsung memberikan materi pembelajaran. Kalau itu pelajaran matematika atau fisika, pasti yang pertama dilakukan oleh guru adalah menulis rumus. Persetan apakah muridnya siap atau tidak secara mental, itu bukan urusan guru, alasannya adalah mengejar ketuntasan materi.

Keadaan pembelajaran semacam itu, sama dengan seorang petani yang menanam padi di semak belukar. Sekalipun menggunakan bibit unggul dan pupuk yang bagus, pasti yang tumbuh subur adalah semak belukar nya, sementara padinya akan mati.


Di Muslim Cendekia Madani, filosofi pembelajarannya menganut filosofi petani dalam bercocok tanam. Sebelum bibit tanaman disebar, seorang petani harus menyuburkan tanah yang akan ditanami. Setelah lahannya subur baru biji ditanam, maka akan suburlah tanaman itu.

Nah, kegiatan pembelajaran akan berhasil bila mental murid sudah siap belajar.

11 June 2016

Kunci Keberhasilan Sebuah Pendidikan: Fokus dan Mendalam



Dalam rangka mensosialisasikan program kurikulum dan model belajar di Madrasah Aliyahnya, Direktur Pusat Pendidikan Islam Muslim Cendekia Madani, Dr. Ulil Amri Syafri, Lc. MA., melakukan kunjungan ke beberapa kota di Jawa Tengah pada tanggal 8-11 Juni 2016.

Kunjungan ini sangat berarti karena dilaksanakan pada bulan Ramadhan 1437 H, dimana beliau dapat ikut merasakan suasana ramadhan di sepanjang kota yang dilewati. Misalnya kota Wonosobo, di mana beliau melihat dan merasakan antusias masyarakat yang berkumpul di masjid yang mendengarkan ceramah untuk menunggu waktu berbuka.

Dalam acara tersebut, Dr. Ulil Amri Syafri, Lc., MA. juga berkesempatan bertemu dengan novelis Islami terkenal Indonesia Habiburrahman El Shirazy yang biasa dikenal dengan panggilan Kang Abik di kediamannya di Salatiga.

Mereka yang juga sahabat lama ketika sama-sama menuntut ilmu di Universitas Al-Azhar Kairo Mesir cukup lama berbincang dan bertukar pikiran tentang banyak hal. Uniknya, mereka saling bertukar novel lengkap dengan tanda tangan masing-masing. Kang Abik memberikan novel terbarunya, Ayat-Ayat Cinta 2. Sedangkan Sang Direktur memberikan novel pertamanya tentang pendidikan: Ayah, Antarkan Aku Ke Stamford Bridge.

Habiburrahman El Shirazy adalah contoh salah satu siswa Madrasah Boarding School yang sukses dan berhasil mewujudkan minat dan bakatnya. Beliau adalah lulusan Program Khusus MAN 1 Surakarta tahun 1995. Sekolah ini merupakan madrasah unggulan dengan sistem Boarding School yang menekankan pada program-program khusus pada kurikulumnya sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Sejatinya, lembaga pendidikan Islam yang baik harus memiliki kurikulum dan program yang dapat memberi ruang bagi anak didik untuk mengembangkan potensi dan bakat mereka. Sebab terkadang potensi dan bakat itu baru mereka sadari saat usia remaja.

Proses belajar yang cenderung memiliki banyak materi -seperti yang terjadi di sekolah pada umumnya- dan tidak terfokus pada kecenderungan anak membuat peserta didik terbebani oleh materi yang belum tentu penting dalam pengembangan potensi dan bakat tadi.

Dengan proses belajar yang fokus seperti yang ditawarkan oleh Program Boarding School di Pusat Pendidikan Islam Muslim Cendekia Madani, anak didik akan lebih dapat mengelola waktu dengan baik dan memiliki kualitas yang terukur. Mereka hanya akan diberi materi-materi yang sesuai dengan target yang akan dicapai serta dibekali oleh life skill yang dibutuhkan. Dengan konsep pendidikan yang fokus dan mendalam inilah Pusat Pendidikan Islam Muslim Cendekia Madani hadir untuk ikut mengarahkan anak-anak muslim Indonesia.

09 June 2016

Kecanduan Ibadah



Oleh Fatahillah, Lc.

Bulan Ramadhan seperti ini menjadi ajang untuk banyak hal, baik yang sangat positif maupun yang negatif. Termasuk di dalamnya ajang melatih diri agar terbiasa beribadah atau sebaliknya ajang mempertontonkan ibadah.

Shiyamu Ramadhan, Qiyamu Ramadhan, tadarus Al-Qur'an atau ramai-ramai memberi ta'jil di masjid-masjid akan meningkatkan sisi spiritualitas kita secara tajam. Di sisi lain, ancaman kebosanan beribadah juga menghantui setiap muslim yang hendak mengambil manfaat sebesar-besarnya dari bulan Ramadhan ini.

Lalu ide membuat jurnal Ramadhan menjadi hal yg jamak diaplikasikan oleh para pemburu ibadah. Bukan untuk riya' atau pamer hasil jurnal di media sosial, namun ianya suatu upaya mendispilinkan diri dan mengejar target ibadah yang diniatkan sebelum masuk Ramadhan, sebab niat saja tanpa penjadwalan, ia hanya akan berhenti sebatas niat dan tidak akan terlaksana.

Kebanyakan kita masih berpola pikir hanya sekedar menunaikan kewajiban jika berhadapan dengan urusan ibadah atau hanya ikut tren yang saat masjid-masjid penuh dengan jamaah shalat tarawih kita ikut, dan 20 hari kemudian saat mal-mal penuh dengan "jamaah" nya kita pun ikut.

Nah, tahukah anda, bahwa banyak pula yang memang berniat menghidupkan Ramadhan dengan segenap hati, raga dan fikirannya?

Datang ke masjid sebelum adzan. Rawatib, dhuha, bainal adzanain dilibas bak manusia yang tinggal 5 menit lagi masa hidupnya. Target tadarus yang selalu melebihi batas harian seakan enggan melepaskan 10 menit masa luang tanpa tilawah.

Mengapa ada pribadi yang demikian? Mengapa ada pribadi yang begitu menikmati ibadah bak orang kecanduan?

Jawaban bisa sederhana bisa juga kompleks.

Yang sederhana semacam mumpung Ramadhan. Yang kompleks barangkali sensor hati akan terlibat. Saat ia hadir di masjid sebelum yang lain, ia akan puas, bukan karena riya' tapi karena semangat fastabiqul khairat dengan sesama saudaranya, persis seperti para sahabat Rasul yang berebut shaf pertama.

Kepuasan demi kepuasan ini yang akan mendorongnya untuk terus memburu tiap ibadah tersebut, persis seperti pecandu yang akan mengusahakan pipet sabu-sabunya, meski harus dengan mencuri atau menjual habis harta bendanya.

Saat seorang pecandu ibadah memburu ibadah, komentar miring semacam "sok alim" "orang setres" atau bahkan "calon teroris" akan dilemparkan kepadanya.

Tapi apakah itu akan membuatnya berhenti? Tidak! Dan sekali-kali tidak!

Sebab pecandu narkoba pun tak akan berhenti, meski dibui sekalipun.

Dan kita semua sepakat, bahwa pecandu ibadah adalah pribadi yang luar biasa.

Bukankah kita pernah membaca atau mendengar dialog Aisyah Radhiyallahu Anha yang bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, mengapakah engkau beribadah malam seperti ini, hingga kaki yang pecah-pecah pun tak lagi engkau pedulikan, padahal sudah diampunkan dosa-dosamu yang telah lalu dan yang akan datang?

Lalu jawab beliau: "Tidakkah aku boleh menjadi hamba yang bersyukur?"

Nah, di sini kita tahu bahwa para pecandu ibadah punya nenek moyang yang luar biasa. Antara kepuasan batin dan sikap bersyukur.

Tidakkah anda ingin mencandu ibadah juga?

Hadir di masjid sebelum yang lain hadir?

Infaq terbanyak melebihi yang lain?

Melewati target tadarus melebihi tahun-tahun sebelumnya?

Bersyukur dengan sampainya nafas kita di Ramadhan ini?

Ayo... Mumpung masih di awal!

Kebutuhan Manusia Terhadap Agama



Oleh: Dr. H. Endang Madali, MA

Agama sebagai tolak ukur dari sebuah sumber kebenaran. Hal ini karena agama bersifat petunjuk bagi para penganutnya, yaitu membawa manusia kepada hal-hal yang menjadi pelita hidup, curahan hati, dan pancaran kebenaran. Juga dalam agama ini, manusia mempunyai suatu keyakinan antara dirinya dengan Allah swt. Terlebih, agama merupakan sesuatu yang diciptakan untuk manusia di atas fitrah (habitat, kudrat)-nya, sebagaimana manusia diciptakan atas fitrahnya pula.  Suatu fitrah yang menjadi keharusan antara satu dengan lainnya saling membutuhkan.

Dengan kata lain, adanya agama berarti sebagai wadah mencari kedamaian dan kesejahteraan hidup. Begitu pula kepada manusianya, di mana ia tidak akan lepas dari suatu agama.  Di samping itu, pada jiwa manusia terdapat sifat homo sapiens, yakni rasa keingintahuan manusia pada sesuatu yang ia belum ketahui, yang mana pengetahuan itu sebagai bekal dalam kehidupannya. Walaupun manusia telah diberi kelebihan oleh Sang Maha Pencipta, yakni berupa pancaindera, akal dan hati.

Namun, tetap saja hal-hal tersebut masih bersifat terbatas. Oleh karenanya manusia masih terus mencari jati dirinya, baik dari dirinya sendiri maupun lingkungan sosialnya. Kendati demikian, masih ada yang kurang daripada muatan ajaran-ajaran kehidupan yang dapat mengantarkan keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan.

05 June 2016

Evaluasi Pengajaran Yang Membanggakan


Oleh: Dr. H. Ulil Amri Syafri, Lc., MA.

Evaluasi tidak saja berkaitan dalam mengetahui kognifif anak didik terhadap materi yang disampaikan dalam ruangan belajar, tapi lebih jauh lagi untuk mengetahui bagaimana anak didik itu bisa memahami ilmu tersebut dalam mengembangkan ilmu yang diperoleh pada praktek dan kreatifitasnya.

Evaluasi dalam kurikulum memiliki bermacam-macam tujuan, antara lain untuk mengetahui sejauh mana siswa mencapai kemajuan sesuai tujuan pendidikan, untuk membaca keberhasilan kurikulum, menilai efektivitas kurikulum, dan sebagainya. Evaluasi bisa dimaknai secara mendalam jika alat ukur keberhasilan sebuah proses pendidikan sudah ditentukan ketika akan memulai melakukan evaluasi.

Misalnya, dalam teori Ilmu Takhrîj masa lampau memang menggunakan banyak kitab rujukan seperti kitab Takhrîj al-Hadits al-Hidâyah, juga ada metode Maudhu'i yang melacak hadits berdasar isi hadits atau temanya, ada pula metode Syakhsyî yang melacak hadits berdasar rawi terakhir, kemudian ada metode modern yang menggunakan kata per kata, baik menggunakan Mu'jâm Mufahrash al-Fâzh al-Hadits ataupun dengan teknologi digital seperti penggunaan al-Maktabah al-Syamîlah, al-Maktabah al-Kubra, atau pelacakan hadits di website-website khusus layanan hadits online.
Teori tersebut bisa dimengerti dan dipahami oleh anak didik jika mereka sudah bisa melakukan praktek takhrj hadits dalam perpustakaan ataupun dengan teknologi digital seperti penggunaan al-Maktabah al-Syamîlah.
Praktek semacam inilah yang dilakukan oleh empat mahasantri dari program Pesantren Tinggi Ibnu Hajar Sukabumi. Keempat santri itu mendapat tugas dari K.H. Salam Russyad untuk melacak semua hadits fadhîlah atau keutamaan tiap surah yang disebutkan oleh al-Hafîdz Ibnu Katsir di dalam kitab Tafsir al-Qur'an al-Azhîm yang biasa dikenal orang dengan nama Tafsir Ibnu Katsir.
Berapa banyak hadits yang harus di-takhrîj?
Masing-masing mahasantri mendapatkan satu jilid tebal dari kitab Tafsir Ibnu Katsir untuk ditelusuri di mana tiap jilid mengandung jumlah surah yang bervariasi.
Bagi yang pertama kali melakukannya, menelusuri sebuah hadits akan menjadi pekerjaan yang butuh semangat tinggi. Sebab satu hadits saja, bisa ditemukan di seluruh al-Kutub al-Sittah. Bahkan juga di kitab-kitab sumber hadits lainnya yang harus dicatat nomor haditsnya, jilidnya dan halaman tempat letaknya hadits yang barangkali akan menghasilkan 5-20 sanad. Bila kemudian seorang peneliti mendapatkan 50 hadits dalam setiap jilid kitab Tafsir Ibnu Katsir, maka akan terkumpul 250 hingga 1000 sanad.
Namun, para peneliti muda ini justru menikmati lika-liku usaha penelusuran mereka dalam memberikan khidmah terhadap Sunnah Rasulullah Shallallâhu ‘Alaihi Wasallam.
Mereka lupakan segala keterbatasan diri mereka. Meski terkadang "bokek" dan tak punya lauk untuk dimakan saat malam hari, toh kegiatan memancing di empang gurame di sebelah pesantren mereka bisa menjadi jawaban untuk itu. Makan telat? No problem, selama tidak keterlaluan saja.
Dalam semangat mereka, terselip rasa cinta akan ilmu.
Dalam kerja mereka, terselip kesungguhan dan semangat yang kuat.
Barangkali pesan Imam Muslim berupa hadits mauquf yang disisipkan dalam salah satu bab di Shahih Muslim selalu menyemangati mereka,
"Lâ Yustathâ'u al-'Ilmu bi Râhat al-Jism."
"Tak akan mampu dicapai suatu ilmu dengan kesantaian tubuh."
Atau teladan dari Rabi'ah Ar-Ra'yi—guru utama dari Imam Malik Rahimahullah—yang menghabiskan banyak waktunya dalam membaca dari terbit fajar hingga menjelang tengah malam, sampai-sampai tubuhnya menjadi kurus tirus yang mengundang pertanyaan kolega-koleganya, ‘mengapakah engkau bersikap seperti ini dalam menuntut ilmu?’
Rabi'ah menjawab, "Inna al-'Ilma Lâ Yu'thika Ba'dhahu Hatta Tu'thiyah Nafsaka Kullahu."
"Sesungguhnya ilmu itu tak akan memberikan kepadamu sebagian dirinya hingga engkau berikan seluruh dirimu kepadanya."
Inilah bentuk evaluasi pembelajaran yang dilakukan oleh lembaga pendidikan yang kini menjelma menjadi “Pusat Pendidikan Islam Muslim Cendekia Madani”. Evaluasi yang dilakukan lebih menekankan pada kemampuan anak didik dan sikap mereka dalam memahami ilmu yang mereka dapatkan.
Lembaga ini kini sudah mengembangkan programnya dengan membuka empat konsentrasi pendalaman: ilmu Dakwah, ilmu Hadits, ilmu Ushul Fiqh, dan Ilmu Tafsir. Bentuk evaluasi yang sama akan diterapkan dalam proses pembelajarannya. Hal inilah yang selalu ditekankan oleh Ulil Amri Syafri, Direktur dan Pendiri Pusat Pendidikan Islam Muslim Cendekia Madani,  “Evaluasi tidak melulu tentang pengembangan dalam sisi kognitif anak didik. Evaluasi yang kami lakukan lebih pada kemampuan anak didik dalam mengembangkan ilmunya dalam bentuk praktek ilmu dengan kreativitas yang sesuai. Sehingga tujuan pendidikan dari setiap program yang diselengarakan dapat tercapai dengan baik dan sempurna.”  Wallahu ‘alam