Cluster Casablanca, Sentul City, Bogor - Jawa Barat - 16810 | Hotline: 0813-1112-5384 (Call/SMS/WA)

10 October 2017

LIBURAN SAMBIL BELAJAR: Nonton Bareng Film “Merah Putih Memanggil”

Ternyata di MCM boleh nonton bioskop ya ...

Begitulah komentar salah satu pelajar di Muslim Cendekia Madani ketika dimintai pendapatnya setelah acara nonton bareng film “Merah Putih Memanggil” yang diadakan keluarga besar MCM di bioskop tanggal 9 Oktober 2017. 

Kegiatan nonton bareng di bioskop adalah kali pertama yang dilakukan para pelajar MCM. Kegiatan ini masuk dalam proses pendidikan kepribadian, yaitu untuk menumbuhkan rasa nasionalisme pelajar melalui sepak terjang Tentara Nasional Indonesia. Film yang berdurasi 112 menit ini ternyata mampu menimbulkan kesan positif para pelajar MCM khususnya kepada TNI. Hal ini terlihat dari tulisan dan diskusi yang diadakan setelah acara nonton bareng bersama mentor mereka. Kesan yang didapat dari semua pelajar atas film tersebut cukup beragam. Namun ada satu kesamaan pendapat yang didapat, bahwa Tentara Nasional Indonesia hebat!.

Kehebatan ini dideskripsikan dengan berbagai komentar dan pendapat para pelajar di tulisannya. Misalnya Alyaa (17 tahun) yang memberi apresiasi TNI karena selalu siap melindungi seluruh warga negara Indonesia dimanapun mereka berada. Menurutnya, film ini memperlihatkan bahwa anggota TNI mempunyai kemampuan untuk melakukan operasi militer dimanapun. Pengorbanan mereka yang luar biasa pada tugas dan dedikasinya pada negara patut menjadi contoh.

Mikyal Hani (16 tahun) mengatakan bahwa dengan menonton film tersebut ia bisa mengetahui bagaimana kehidupan, pengorbanan, dan gugurnya para prajurit TNI di medan tempur perjuangan. Mereka rela meninggalkan keluarga tercinta dan juga siap mengorbankan keselamatan diri demi panggilan tugas merah putih dalam rangka menyelamatkan rakyat dan menjaga NKRI. Para prajurit yang berjasa kepada rakyat dan negara sudah sepatutnya terus dikenang dan dihormati.

Menurut Mikyal Hani, ia cukup terharu menonton adegan-adegan sedih dalam film tersebut. Menyaksikan cerita kehilangan orang-orang yang sangat dekat dengan kehidupan pasti tidak mudah, apalagi kuburannya tidak ada walaupun kematiannya pasti. Karena dalam perang bisa saja tentara itu terbakar atau dibakar tak tersisa. Demikian pula bila teman seperjuangan yang sudah bersama sejak waktu yang lama harus gugur di medan tempur. Semua adegan itu membawa keharuan tersendiri. Sulit dibayangkan  jika mereka adalah bagian dari keluarga kita. Maka, yang perlu dihormati bukan hanya anggota TNI saja, Tapi juga keluarganya perlu dihormati, dibantu, dan diberi dorongan semangat agar mampu melanjutkan hidup dengan baik. Pengorbanan oleh Tentara dan keluarganya belum tentu dapat kita lakukan. 

Senada dengan hal ini, M. Ghazy (15 tahun) juga merasa takjub melihat TNI yang mencintai keluarganya tapi rela meninggalkan mereka demi menjalankan tugas negara. Penilaiannya terhadap tentara selama ini menjadi berubah 180 derajat setelah menonton film tersebut. Ia menjadi tahu bagaimana karakter para TNI yang sangat menakjubkan itu.

Menonton film tersebut bagi M. Hanand (16 tahun) membuat semangat perjuangannya bergelora. Sebagai generasi muda, ia jadi bisa membayangkan bagaimana perjuangan para pahlawan-pahlawan terdahulu untuk bangsa dan negara. Hal ini tentunya harus membuat generasi muda sepertinya lebih bisa menghargai dan mengapresiasi perjuangan dan pengorbanan para pejuang. Perjuangan dan pengorbanan tersebut menurut Nuh (14 tahun) harus diikuti dengan semangat belajar bagi para pelajar agar dapat terus menjaga dan membesarkan negara Indonesia dengan karya terbaik dan bukan malah siap jadi budak di negeri sendiri.

Kesan menonjol lainnya yang dilihat para pelajar MCM dari film ini adalah karakter para TNI yang kuat, tangguh, disipilin, dan gagah berani. Betapa adegan setiap adegan memperlihatkan kedisiplinan, ketaatan, kekuatan, kesabaran, dan kegigihan para prajurit. Belum lagi rasa kesetiakawanan dan mendahulukan orang lain dari pada diri sendiri. M. Ghazy sangat terkesan dengan sifat itsar (mengutamakan orang lain dari pada diri sendiri) pada para prajurit TNI ini lewat adegan tentara yang memberikan bekal makanan mereka pada para tawanan padahal mereka sendiri lapar dan akhirnya rela memakan ular yang ditemukan disana. Sifat itsar yang sangat dianjurkan dalam Islam ini ada di tubuh para TNI, meski mereka bukan muslim seluruhnya.

Karakter lainnya yang terlihat dari film ini adalah jiwa pantang menyerah yang dimiliki TNI. Menurut Hanand, karakter ini tercermin dari rasa semangat TNI yang tetap maju ke depan meski tahu jumlah musuh yang dihadapinya berlipat-lipat dibanding mereka. Jumlah musuh yang banyak tidak membuat para prajurit TNI gentar, menurut Nuh. Jiwa yang tidak takut melawan musuh itu wajib, ditambah dengan fisik yang kuat, strategi yang matang, senjata yang canggih, membuat mereka menjadi gigih dan gagah berani menghadapi lawan.

Lewat film ini, menurut Alyaa, banyak karakter yang dapat kita tiru, seperti sikap yang tidak mudah menyerah, ikatan persaudaraan yang kuat, setiakawan saling tolong menolong, sikap tanggung jawab dalam menghadapi sebuah masalah,  dan rasa senasib sepenanggungan yang dipikul bersama. Karakter-karakter inilah yang seharusnya ditiru oleh semua orang. Dan sangat baik jika para pelajar yang memulainya.

Mutiara Ayu (14 tahun) berpandangan bahwa film ini cukup bagus untuk mengingatkan masyarakat Indonesia tentang karakter bangsa yang sesungguhnya. Karakter-karakter tersebut tercermin dari kualitas sikap para prajurit TNI di medan tempur. Menurutnya, karakter dalam sebuah peradaban sangatlah penting. Mengutip perkataan sejarawan Arnold Toynbee, “dari 21 peradaban yang ada di dunia, 19 yang hancur bukan karena penaklukan dari luar, tapi oleh pembusukkan moral dari dalam”.

"Karakter adalah objektifitas yang baik atas kualitas manusia. Karakter lebih tinggi dari kecerdasan. Karakter juga dapat membentuk takdir seseorang, yang juga menjadi takdir masyarakat. Dalam karakter warga negaranya terletak kesejahteraan bangsa. Dan untuk membentuk karakter masyarakat yang baik dapat melalui cara dengan mengubah pemikiran mereka.” Demikian kutipan dari buku ‘Character Matters’-nya Thomas Lickona yang Mutiara Ayu tuliskan menyikapi karakter-karakter hebat yang ditampilkan para prajurit TNI di medan tempur.

Tanggapan-tanggapan dan kesan yang dimunculkan para pelajar MCM yang luar bisa ini memperlihatkan bahwa film ‘Merah Putih Memanggil’ mampu membawa pengaruh yang positif. Meskipun ada dari mereka yang menyoroti beberapa kekurangan dari film tersebut, seperti awal film yang lambat, sedikit kaku sehingga mirip film dokumenter, dan durasi film yang terlalu pendek, tidak mengurangi nilai-nilai positif yang dibawa dari film tersebut dan mampu dicerna oleh para pelajar MCM.

Film memang terbukti dapat menjadi media edukasi dan pencerdasan para generasi, maka film itu harus bagus dan bernilai positif. Ibrahim (13 tahun) dan Hasnul (15 tahun), pelajar MCM yang juga ikut menonton bareng bahkan dapat menceritakan ulang adegan tiap adegan film tersebut.

Dengan menonton film, pelajar seakan dituntun untuk mengikuti nilai-nilai yang ada dalam film tersebut. Semoga ke depannya akan banyak film yang bernuansa edukasi sehingga bisa menjadi sarana tak langsung untuk generasi muda dalam menanamkan nilai positif.

"Majulah terus para prajurit TNI. Semoga Allah memudahkan langkahmu dalam menjalankan amanat negara!"

03 October 2017

PROFIL PELAJAR MCM (Bag. 1)

ABDURRAHIM, si Kecil-Kecil Cabe Rawit


Belajarnya enak disini, gak susah, santai, enjoy, temennya baik-baik, bersahabat.

Abdurrahim, kelahiran Pekalongan, 5 Oktober 2005, adalah sosok pelajar termuda di Muslim Cendekia Madani. Selain termuda, ia juga menjadi sosok ‘termungil’ diantara teman-temannya yang tinggi menjulang. Namun jangan terkecoh dengan penampilannya. Dalam hal kepandaian, ketahanan fisik, dan porsi makan, Abdurrahim tak kalah dengan para pelajar lainnya yang rata-rata berusia 13-17 tahun. Bisa dibilang, ia bahkan mengalahkan para seniornya dalam beberapa bidang. 


Ahim, biasa ia dipanggil, adalah anak yang lincah, cerdas, sopan, dan sangat sayang pada kucing. Awal kedatangannya di MCM, mungkin adalah saat terberat yang harus ia hadapi. Bayangkan, ia yang selama ini tak pernah berpisah dengan kedua orang tua dan adik-adiknya, harus menerima kenyataan bahwa untuk jangka waktu tertentu, ia tak lagi bisa bercengkrama dan bersenda gurau dengan keluarga tercinta. Jarak Semarang-Bogor bukanlah jarak yang mudah ditempuh jika ia ingin bertemu mereka. Tentu saja hal ini adalah hal yang menyedihkan baginya. 

Hari-hari pertama di MCM tentunya sangat berat buat Ahim. Melamun, menangis, dan selalu ingat keluarga di rumah mengisi awal hari-harinya di sini. Meskipun ada kakak perempuannya yang juga bersekolah di MCM, tidak mengurangi kesedihannya untuk selalu ingat pada orang tua tersayang. Bahkan aktifitas menelepon keduanya tidak mengurangi rasa ingin pulang untuk bertemu mereka. Begitulah, masa-masa adaptasi anak ketiga dari sembilan bersaudara ini.   
  
Namun, masa-masa kesedihan yang dirasakan Ahim ternyata hanya sebentar. Konsep “Berlibur Sambil Bermain” yang diterapkan MCM pada tahun ini sanggup mengubah tangisan, rasa sedih, dan kerinduan akan keluarga di rumah yang dirasakan Ahim perlahan menghilang. Proses pembelajaran yang enjoy, tidak menekan dan memaksa, membuat Ahim mulai menikmati hari-harinya di MCM. Kesedihannya berganti cepat dengan gelak tawa dan canda senang.

Ahim adalah salah satu anak yang menonjol dalam bidang Tahfidz Al-Qur’an. Ketika datang, ia membawa hapalan Al-Qur’an kurang dari 2 juz. Karena kesungguhan dan kedisiplinannya, maka hapalannya meningkat menjadi 4 juz dengan kualitas hafalan terbaik. Ini diraihnya selama dua bulan bersekolah di MCM. Prestasi ini menyamai bahkan mengalahkan seniornya di MCM. Caranya menghapal Al-Qur’an pun tergolong unik. Ia yang hobi bersepeda, bahkan di siang hari terik sekalipun, menghafal atau mengulang hapalannya sambil bersepeda, mengelilingi villa lokasi tempat MCM. Cara ini menurutnya adalah cara asik untuk menghafal atau memuraja’ah Al-Qur’an. Ketika ditanya apakah sulit menghapal Al-Qur’an, ia menjawab tidak, karena ia enjoy melakukannya.

Begitu juga dalam hal pembelajaran Bahasa Arab. Selama dua bulan ini, Ahim sudah menyelesaikan dua jilid pertama buku al-Arabiyyah lî ghairi nâtikin biha: Bayna Yadaik. Ia mengaku, jika diajak berbicara orang Arab seputar perkenalan diri, ia sudah pede menjawabnya.

Dalam hal olah fisik, Ahim juga salah satu anak yang tangguh. Di awal kedatangannya, ia terlihat agak malas bergerak untuk berolahraga. Namun karena setiap pagi adalah jadwal olahraga para pelajar MCM, dimana salah satu konsep pembelajaran di MCM adalah sehat melalui olah fisik, mau tidak mau aktivitas tersebut dilakoninya. Mengelilingi beberapa cluster di Sentul City sejauh 5 km setiap hari, baik sambil berlari, berjalan, ataupun bersepeda, membuat fisiknya terbiasa. Sekarang, ia bahkan biasa mengelilingi danau yang berukuran 500m sebanyak 8 kali putaran. 

Ahim juga sekarang sudah terbiasa disiplin dalam hal kebersihan. Bangun tidur, ia akan membereskan tempat tidur dan perlengkapan tidur lainnya. Ia juga kadang mencuci bajunya sendiri, meskipun MCM menyediakan jasa laundry untuk seluruh pelajar. Ahim juga kini terbiasa bersih-bersih menjaga kebersihan lingkungan. Diharapkan, akhlak suka kebersihan bisa tertanam dalam diri para pelajar sehingga timbul kepeduliannya untuk menjaga lingkungan tempat tinggalnya selalu bersih dan nyaman.

Dalam hal makanan, Ahim tidak pernah mengeluh pada setiap makanan yang dihidangkan. Menurutnya, makanan yang disediakan selalu enak dan cocok di lidahnya. Itulah kenapa ia selalu lahap jika waktu makan tiba.

Ketika ditanya tentang apa yang tidak disukainya selama dua bulan di MCM, Ahim mengatakan, “Gak ada. Gak ada yang gak enak disini.” Dan ketika ditanya apa yang disukainya selama sekolah disini, ia menjawab, “Belajarnya enak disini, gak susah, santai, enjoy, temennya baik-baik, bersahabat.” Satu lagi, Ahim juga paling suka kalau jadwal MCM bermain di Jungle Land. Ia yang sudah beberapa kali masuk ke Wahana Bermain tersebut dan sudah mencoba hampir semua wahana, tak pernah merasa bosan berkunjung kesana. MCM memang selalu menjadwalkan kunjungan ke tempat bermain itu sebagai salah satu bentuk refreshing untuk para pelajarnya. Hal ini sebagai salah satu terapi kejenuhan yang biasa menghinggapi para pelajar.  

Ahim memang tidak seperti kebanyakan anak yang kita temui. Proses pendidikan yang dimiliki MCM bisa digunakan Ahim untuk membangun dirinya. Tentu saja, tidak hanya pada aspek keilmuannya, namun juga bisa membentuk pribadi yang tangguh. Ahim yang masih berusia 12 tahun sudah mampu menempa diri dari proses pendidikan yang ada di MCM. Durasi waktu dua bulan bagi Ahim bisa membuat hafalan al-Qur’annya mumtaz 4 juz. Bahkan ia juga dilatih menjadi imam, bergiliran dengan temannya, saat qiyamulail di setiap malam untuk menguatkan hapalannya. Demikian juga bahasa Arab yang ia pelajari. Meskipun proses menghafal al Qur’an ditekuninya, namun pemahaman dan kemampuan bahasa arab dasar standar—setara dengan buku bahasa dasar di Universitas Umm al-Qura’ Mekkah—juga dikuasainya dengan baik. 

Abdurrahim, si kecil-kecil cabe rawit ini kini sudah mulai menikmati rutinitas kegiatan belajar ala home schooling MCM. Ia memiliki target ingin menghapal Al-Qur’an sampai 10 juz dalam setahun ini. Target belajar yang tidak pernah dipaksakan tapi justru timbul dari kesadaran dan rasa tanggung jawabnya sendiri sebagai seorang pelajar muslim. Sampai sekarang, ingatan ingin pulangnya hanya timbul sesekali saja. Kalau itu muncul, biasanya dia akan menyibukkan dirinya dengan bersepeda dan bermain dengan tiga kucing piaraan MCM. 

Semoga Ahim bisa terus belajar dan menempa diri sehingga kelak bisa mejadi anak shaleh, berakhlak, dan berguna bagi orangtua, agama dan bangsanya. Amiin.