Oleh: Dr. Ulil Amri Syafri
Penulis memiliki kemiripan dengan seorang florist atau perangkai bunga. Keduanya sama-sama memiliki jiwa seni yang mampu membuat kagum banyak orang dengan karyanya. Menjadi seorang florist yang memiliki kemampuan hebat dalam seni merangkai bunga tentunya melalui proses belajar. Seni tersebut berkembang dan terus berkembang sesuai pengamatannya. Semakin banyak pengamatan terhadap ilmu tersebut yang diiringi dengan banyak berlatih merangkai bunga, maka ia akan menjadi seorang florist yang berseni tinggi, karyanya akan dikagumi dan akan selalu dikenang.
Pun demikian halnya seorang penulis. Dibutuhkan seni dan ilmu dasar yang berkaitan dengan dunia literasi. Seperti seorang florist, dibutuhkan kemampuan merangkai apa yang ada dalam pikiran menjadi sebuah kalimat-kalimat yang terstruktur dan nantinya menjadi sebuah tulisan yang indah.
Salah satu modal dasar untuk menjadi penulis adalah gemar membaca. Sebab dengan banyak membaca akan membantu meningkatkan kemampuan merangkai kata dan seni dalam tulis menulis. Selain cinta membaca, calon penulis juga harus sering berlatih membuat tulisan, baik pendek ataupun panjang. Dengan pola seperti ini maka potensi menjadi penulis yang bercita rasa tinggi akan mudah diraih.
Dalam dunia pendidikan,
ilmu dasar penulisan bagi pelajar di negara kita adalah penguasaan materi
Bahasa Indonesia. Materi ini menjadi pelajaran wajib yang harus diajarkan di
setiap lembaga pendidikan Indonesia, mulai dari level paling dasar hingga
perguruan tinggi (Sisidiknas 2013). Namun sayang, meskipun para pelajar rutin
belajar bahasa Indonesia, tetap saja tidak menghasilkan pelajar yang cinta
membaca, apalagi gemar mengarang. Maka, bila para pelajar ditanya tentang
kesukaan mereka pada dunia literasi, akan mudah ditebak jawabannya.
Hasil penelitian tahun 2012 memperlihatkan bahwa persentase minat membaca masyarakat Indonesia hanya sebesar 0,01 persen. Artinya dalam 10.000 orang hanya satu orang saja yang memiliki minat baca. Betapa rendahnya! Oleh karena itu perlu paradigma dan strategi yang baru dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia. Apa gunanya mempelajari bahasa Indonesia di setiap level pendidikan dengan rentang waktu yang panjang, jika memunculkan rasa gemar membaca saja tidak terwujud. Belum lagi masih banyaknya para pelajar yang berkomunikasi—baik di dunia nyata maupun dunia maya—dengan bahasa yang kurang layak. Tentu saja untuk menjadi seorang penulis yang dimaksud dalam tulisan ini akan semakin sulit dan berat.
Menjadi seorang penulis
hebat tentu tidak mudah, tapi proses menuju ke arah itu bukanlah sesuatu yang
berat bila dilalui dan ditempuh jalannya. Apalagi media tempat belajar menulis
kini amatlah mudah. Sebut saja media sosial yang bisa menjadi ajang belajar
membuat tulisan, seperti meng-update status di facebook, twitter,
instagram, path, dan sebagainya. Paling tidak, ilmu bahasa Indonesia yang
didapat di sekolah bisa digunakan untuk melatih dan memperkaya tulisan-tulisan
yang di-update.
Dunia Literasi di
Muslim Cendekia Madani
Salah satu cara
pembelajaran bahasa Arab di Muslim Cendekia Madani adalah bimbingan untuk membuat
dan mengelola blog dengan bahasa Arab, setelah enam bulan sebelumnya mendapatkan
materi-materi bahasa Arab secara intensif. Hal ini dilakukan sebagai upaya
mengembangkan kemampuan para pelajar agar menguasai bahasa Arab dengan lebih
baik.
Para pelajar tidak saja mempraktekkan secara langsung ilmu-ilmu bahasa Arab yang telah dipelajari, tapi juga berlatih mengunakan istilah-istilah internet dan tekhnologi dalam bahasa arab sebagai kekhasan materi belajar bahasa Arab di Muslim Cendekia Madani. Boleh dibilang, para pelajar di Muslim Cendekia Madani menggunakan perkembangan bahasa Arab mutakhir yang digunakan dalam interaksi di dunia maya. Oleh karenanya, cara belajar dengan membuat dan mengelola blog berbahasa Arab tersebut pada akhirnya tidak saja ansich belajar bahasa arab, tapi juga berlatih untuk menulis secara terus menerus.
Untuk mewujudkan
kemampuan tulis menulis yang baik dalam bahasa Arab, maka Muslim Cendekia
Madani mengadakan latihan intensif pengembangan bahasa Indonesia dalam bentuk
pembiasaan mengarang untuk para pelajarnya. Sebab, bagaimana mereka mampu
menulis dengan baik menggunakan bahasa Arab jika menulis dalam bahasa Indonesia
pun belum terlatih dengan baik?
Dalam prosesnya, selama
empat jam dalam sepekan para pelajar dibimbing, dibiasakan, dan dilatih untuk
menulis tulisan-tulisan yang beragam dalam bahasa Indonesia. Mulai dari menulis
bebas (free writing), resensi buku, membuat intisari cerita, hingga membuat
tulisan ilmiah. Tulisan-tulisan itu kemudian dimasukkan ke dalam blog yang
telah dibuat sebelumnya oleh para pelajar.
Dalam hal ini, saya sependapat dengan pendapat yang mengatakan bahwa perkembangan tekhnologi yang di dalamnya ada internet dan gadget justru bisa membuka terobosan baru dalam penumbuhan minat baca dan menulis pada para pelajar. Namun demikian setiap lembaga pendidikan harus tetap hati-hati. Perkembangan teknologi bisa sangat positif jika para pelajar dididik cerdas untuk memanfaatkannya.
Sebaliknya, jika para pelajar menggunakan internet—utamanya media sosial—hanya sekedar sibuk update status, chatting, dan berkomentar sekedar di status teman, maka mereka belajar bahasa pada level dasar secara terus menerus. Lalu, kapan bisa menjadi penulis yang hebat?
Inilah yang kemudian diterapkan di Muslim Cendekia. Perkembangan teknologi yang ada dijadikan sebagai sarana untuk berlatih menulis, baik dalam bahasa Indonesia ataupun bahasa Arab. Penggunaan blog dalam menampilkan hasil karya tulisan para pelajar secara tidak langsung menimbulkan rasa percaya diri, bahwa mereka juga mampu menghasilkan sebuah tulisan yang dapat dinikmati secara luas dalam ruang lingkup dunia. Tentu saja ini menimbulkan semangat mereka untuk terus menulis dan mengasah kemampuan mengungkapkan buah pikiran ke dalam sebuah karya tulis.
Jadi, teruslah belajar dan berlatih
berbahasa dalam bentuk seni menulis yang baik. Karena teknologi pun kini sudah
siap men-support calon penulis yang karyanya akan dikenang
pembacanya kelak. Belajar dan berlatih bahasa berarti
belajar berkomunikasi dengan bahasa yang baik. Belajar bahasa berarti
melahirkan minat dan cinta membaca yang tinggi. Belajar bahasa juga hendaknya
menghasilkan pelajar yang mahir menulis dengan seni tulis yang mengagumkan
seperti layaknya floristy. Maka, empat jam dalam sepekan untuk latihan dan
mengasah kemampuan tulis-menulis ini bisa terasa kurang bukan?