Waktu begitu cepat berlalu. Rasanya
baru kemarin kaum muslimin menyambut tibanya bulan Ramadhan. Bulan yang penuh
berkah. Bulan yang penuh dengan kemurahan dari Allah SWT. Tak terasa, kini kaum
muslimin di seluruh penjuru dunia sudah berada di penghujungnya. Siap ataupun
tidak, kita semua akan berpisah, melepas kepergiannya seiring terbenamnya matahari
di ufuk Barat.
Dalam kehidupan manusia, beribadah
setiap detik, setiap hari, dan setiap bulan terasa sangat Istimewa di sisi-Nya.
Namun beribadah dan beramal kebaikan pada bulan Ramadhan—baik siang maupun malam—memiliki
keistimewaan yang tidak bisa dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Seperti
yang diungkapkan dalam al-Qur’an dan di banyak hadis Nabi Muhammad saw, bahwa
beribadah dan menempa diri dengan keshalehan di bulan Ramadhan akan menaikkan
kualitas kehambaan di sisi-Nya. Bukan saja kualitas diri yang meningkat tajam,
tapi pencapaian dan perolehan ampunan terhadap dosa dan kesalahan masa silam
menjadi titik tolak kehidupan baru bagi seorang muslim yang taat di hadapan
Allah ‘aja wajalla.
Kedua, Ramadhan menjadi saksi terjadinya Fathul Makkah pada tahun delapan Hijriyah. Fathul Makkah menjadi awal titik tolak kemuliaan dan kekuatan umat Nabi Muhammad saw. Para sahabat Nabi dipimpin langsung oleh Rasulullah saw. kembali ke kampung halamannya di Makkah Mukarramah dan menjadikannya kota yang damai tanpa ada kekerasan dan pertumpahan darah. Bulan Ramadhan menjadi saksi peristiwa yang sangat monumental tersebut. Peristiwa yang menjadikan izzah bagi kaum muslimin. Makkah berada dalam kekuasaan ummat Islam. Pasca kemuliaan Fathul Makkah, Islam tersebar di jazirah arab dan dunia secara umum.
Ketiga, Ramadhan menjadi saksi bahwa setiap detik dan waktu seorang hamba dipersembahkan untuk jalan menuju Surga-Nya. Dalam hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim disebutkan, Rasulullah saw. bersabda “Apabila seorang muslim masuk Ramadhan, maka pintu-pintu surga dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup, dan para setan pun terikat”. Pada riwayat lain Rasullullah saw. juga menjelaskan, dalam riwayat sahabat Jabir ra. yang disebutkan oleh Imam Baihaqi dalam kitabnya, “… Sesungguhnya Allah SWT memerintahkan kepada surgaNya agar bersiap diri dan berhias dengan cantik untuk hambaNya yang akan beristirahat dari lelahnya duniawi dengan amal kemulian akhirat.” Bahkan di akhir hadis riwayat tersebut dinyatakan oleh Nabi Muhammad saw, “Seadainya manusia ini paham terhadap apa saja kebaikan dan kemurahan Ramadhan, maka sungguh manusia tersebut akan berharap sepanjang tahun seluruhnya Ramadhan”. Dari hadis ini terlihat bahwa detik demi detik, dari waktu ke waktu dalam bulan Ramadhan menjadi sangat istimewa untuk melakukan amal kebaikan dan ketaatan kepada Allah SWT.
Keempat, Ramadhan menjadi saksi akan kemurahan hati dan kedermawanan Nabi Muhammad saw. Ibn Abbas ra. menyebutkan, “Rasulullah saw adalah manusia yang amat dermawan, tapi beliau lebih dermawan dan pemurah saat berada di bulan Ramadhan” (HR. Imam Buhkari dan Muslim). Di lain waktu Rasulullah ditanya para sahabatnya, “Sedekah bagaimana yang lebih utama?” Rasulullah menjawab, “Sedekah di bulan Ramadhan.” Dalam upaya membangun jiwa-jiwa sahabat agar menjadi dermawan tersebut, beliau pernah menyebutkan perkara yang amat ghaib bagi manusia secara umum, yaitu tentang surga. Beliau mengungkapkan keindahan surga yang kelak akan tampak secara dzahir dan batin, transparan semua keindahannya bila dipandang mata. Lalu para sahabat bertanya, “Untuk siapa surga itu, ya Rasullullah?” Beliau menjawab, “Diperuntukan bagi orang yang puasa dan memberi makan orang yang berpuasa.” Bahkan ajaran kedermawanan ini pula yang disampaikan beliau saw kepada Muaz bin Jabal ra. dalam satu kesempatan. Saat itu Rasulullah saw. bertanya kepada sahabat Muaz bin Jabal ra., “Maukah aku tunjukan pintu-pintu kebaikan?” Lalu sahabat itu menjawab, “Tentu, ya Rasulullah.” Maka diantara yang disampaikan Nabi Muhammad saw adalah “Memberi atau bersedekah karena bisa menutup atau menjadi kafarat kesalahan seperti halnya air memadamkan api” (HR. Imam Turmudzi). Ajaran kedermawanan ini memberi pesan bahwa kesalahan dan dosa yang pernah dilakukan kaum muslimin bisa diampuni Allah SWT melalui memperbanyak infaq atau sedekah di bulan Ramadhan.
Kelima, Ramadhan menjadi saksi atas kebiasaan amal Nabi Muhammad saw., yaitu kebiasaan tilawah al-Qur’an bersama Jibril as. Beliau selalu mengulang-ulang bacaan ayat al Qur’an dari Jibril as, seperti yang disebutkan oleh Imam Bukhari dan Muslim tentang hal ini dalam hadisnya. Kebiasaan inilah yang kemudian menjadi tradisi ketaatan dan keteladanan bagi ulama dalam Islam, seperti yang dilakukan Imam Malik hafidzahumullah sebagai imam mazhab. Dalam sejarah disebutkan bahwa bila bulan Ramadhan tiba, beliau selalu berhenti sejenak dari kesibukannya dari membaca Hadis Nabi saw. Bahkan beliau meliburkan majelis ilmu dan mengisi waktunya dengan sibuk bertilawah al-Qur’an. Demikian pula murid beliau, Imam Syafi’i hafidzahumullah, yang bertilawah dan khatam membaca al-Qur’an dalam bulan Ramadhan sebanyak enam puluh kali. Tradisi inilah yang kini hidup dalam masyarakat muslim di seluruh dunia. Dalam hadis Rasulullah saw. tradisi ini mendapat reward khusus seperti yang disebutkan oleh imam ibn Majah, “Siapa saja yang tilawah al-Qur’an pada sepanjang waktu siang dan malam bulan Ramadhan, dan mengharamkan apa yang diharamkan juga mengalalkan apa yang dihalalkan oleh Allah SWT, maka Allah SWT akan mengharamkan daging dan darah orang tersebut tersentuh oleh api neraka, hingga pada hari kiamat kelak al Qur-an akan menjadi pembelanya”.
Keenam, Ramadhan menjadi saksi atas sabda Rasullullah saw. yang sangat terkenal dan dikutip hampir seluruh pakar hadis kenamaan seperti Imam Bukhari, Muslim, Tirmizi, Nasa’i, Abu Daud dan Imam Ahmad. Meskipun terdapat redaksi yang sedikit berbeda di setiap riwayat, namun maksudnya adalah sama. Bahwa Allah SWT akan memberi ampunan dosa yang tidak terhingga bagi setiap muslim yang benar-benar melaksanakan amal kesholehan dan ketaatan sepanjang siang dan malam pada bulan Ramadhan. Ampunan itu diibaratkan seperti halnya bayi yang baru lahir, suci tanpa dosa, manusia yang lahir dari rahim bunda tercinta. “Siapa yang menegakan atau beramal di bulan Ramadhan karena keimanannya dengan hitungan disiplin, maka Allah telah mengampuni apa aja dari dosanya yang telah berlalu”.
Ketujuh, Ramadhan menjadi saksi atas suatu malam yang jika beribadah dan beramal ketaatan pada malam tersebut sebanding dengan beramal dalam seribu bulan. Malam itu dinamakan malam lailatul qadr. Walaupun kepastian tepatnya malam tersebut tidak mudah untuk ditetapkan—apalagi dipastikan—tapi karunia yang dijanjikanNya pada malam itu menjadikan setiap muslim sangat menantikan dan berharap dengan cara berbuat ketaatan dan amal kesalehan di malam tersebut. Dirahasiakannya malam lailatul qadr di malam-malam akhir Ramadhan tersebut mendorong setiap individu muslim tetap bersungguh-sungguh beribadah dan beramal ketaatan hingga berakhirnya Ramadhan. Yang pasti malam itu para malaikat turun dalam jumlah yang amat banyak dan menghampiri setiap muslim yang beribadah, bersujud dan berdoa kepada-Nya. Pada malam itu para malaikat mendoakan kebaikan dan memohonkan ampunan bagi ummat Nabi Muhammad saw. yang sedang beribadah sujud mengharapkan Kemurahan-Nya. Di saat yang sama pula Allah SWT akan menyebutkan takdir satu tahun ke depan untuk setiap hamba-Nya pada para malaikat yang bertugas mengawal mereka, meskipun takdir itu telah terlulis secara ajali di lauful mahfudz. Wallahu a’lam
“Taqaballahu minna wa minkum. Kullu ‘am wa antum bil-khair.”
Dr. H. Ulil Amri Syafri, Lc., MA.
Agar setiap muslim lebih
bisa menghayati kehadiran dan perpisahan bulan Ramadhan, tulisan ini mencoba me-review
makna bulan tersebut dalam rangkaian kehidupan kita sebagai kaum muslimin.
Dalam hal ini ada tujuh hal yang perlu dikenang terkait dengan bulan Ramadhan.
Pertama,
Ramadhan menjadi saksi nuzul-nya al-Qur’an. Pada bulan tersebut Allah
SWT menurunkan kitab suci itu dari lauhful mahfudz ke langit
dunia, untuk selanjutnya disampaikan oleh Jibril as. kepada Nabi Muhammad saw.
secara bertahap sesuai dengan kebutuhan dan peristiwanya. Hari-hari nuzul
al-Qur’an ini menjadi awal bentuk kecintaan dan sayangnya Allah SWT kepada
ummat Nabi Muhammad saw. agar mereka hidup dalam bimbingan al-Qur’an. Andai pun
tidak ada kehebatan yang terdapat pada bulan Ramadhan tersebut, maka peristiwa nuzul
al-Qur’an tersebut sudah sangat cukup untuk menjadikan bulan ini sangat
istimewa.
Kedua, Ramadhan menjadi saksi terjadinya Fathul Makkah pada tahun delapan Hijriyah. Fathul Makkah menjadi awal titik tolak kemuliaan dan kekuatan umat Nabi Muhammad saw. Para sahabat Nabi dipimpin langsung oleh Rasulullah saw. kembali ke kampung halamannya di Makkah Mukarramah dan menjadikannya kota yang damai tanpa ada kekerasan dan pertumpahan darah. Bulan Ramadhan menjadi saksi peristiwa yang sangat monumental tersebut. Peristiwa yang menjadikan izzah bagi kaum muslimin. Makkah berada dalam kekuasaan ummat Islam. Pasca kemuliaan Fathul Makkah, Islam tersebar di jazirah arab dan dunia secara umum.
Ketiga, Ramadhan menjadi saksi bahwa setiap detik dan waktu seorang hamba dipersembahkan untuk jalan menuju Surga-Nya. Dalam hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim disebutkan, Rasulullah saw. bersabda “Apabila seorang muslim masuk Ramadhan, maka pintu-pintu surga dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup, dan para setan pun terikat”. Pada riwayat lain Rasullullah saw. juga menjelaskan, dalam riwayat sahabat Jabir ra. yang disebutkan oleh Imam Baihaqi dalam kitabnya, “… Sesungguhnya Allah SWT memerintahkan kepada surgaNya agar bersiap diri dan berhias dengan cantik untuk hambaNya yang akan beristirahat dari lelahnya duniawi dengan amal kemulian akhirat.” Bahkan di akhir hadis riwayat tersebut dinyatakan oleh Nabi Muhammad saw, “Seadainya manusia ini paham terhadap apa saja kebaikan dan kemurahan Ramadhan, maka sungguh manusia tersebut akan berharap sepanjang tahun seluruhnya Ramadhan”. Dari hadis ini terlihat bahwa detik demi detik, dari waktu ke waktu dalam bulan Ramadhan menjadi sangat istimewa untuk melakukan amal kebaikan dan ketaatan kepada Allah SWT.
Keempat, Ramadhan menjadi saksi akan kemurahan hati dan kedermawanan Nabi Muhammad saw. Ibn Abbas ra. menyebutkan, “Rasulullah saw adalah manusia yang amat dermawan, tapi beliau lebih dermawan dan pemurah saat berada di bulan Ramadhan” (HR. Imam Buhkari dan Muslim). Di lain waktu Rasulullah ditanya para sahabatnya, “Sedekah bagaimana yang lebih utama?” Rasulullah menjawab, “Sedekah di bulan Ramadhan.” Dalam upaya membangun jiwa-jiwa sahabat agar menjadi dermawan tersebut, beliau pernah menyebutkan perkara yang amat ghaib bagi manusia secara umum, yaitu tentang surga. Beliau mengungkapkan keindahan surga yang kelak akan tampak secara dzahir dan batin, transparan semua keindahannya bila dipandang mata. Lalu para sahabat bertanya, “Untuk siapa surga itu, ya Rasullullah?” Beliau menjawab, “Diperuntukan bagi orang yang puasa dan memberi makan orang yang berpuasa.” Bahkan ajaran kedermawanan ini pula yang disampaikan beliau saw kepada Muaz bin Jabal ra. dalam satu kesempatan. Saat itu Rasulullah saw. bertanya kepada sahabat Muaz bin Jabal ra., “Maukah aku tunjukan pintu-pintu kebaikan?” Lalu sahabat itu menjawab, “Tentu, ya Rasulullah.” Maka diantara yang disampaikan Nabi Muhammad saw adalah “Memberi atau bersedekah karena bisa menutup atau menjadi kafarat kesalahan seperti halnya air memadamkan api” (HR. Imam Turmudzi). Ajaran kedermawanan ini memberi pesan bahwa kesalahan dan dosa yang pernah dilakukan kaum muslimin bisa diampuni Allah SWT melalui memperbanyak infaq atau sedekah di bulan Ramadhan.
Kelima, Ramadhan menjadi saksi atas kebiasaan amal Nabi Muhammad saw., yaitu kebiasaan tilawah al-Qur’an bersama Jibril as. Beliau selalu mengulang-ulang bacaan ayat al Qur’an dari Jibril as, seperti yang disebutkan oleh Imam Bukhari dan Muslim tentang hal ini dalam hadisnya. Kebiasaan inilah yang kemudian menjadi tradisi ketaatan dan keteladanan bagi ulama dalam Islam, seperti yang dilakukan Imam Malik hafidzahumullah sebagai imam mazhab. Dalam sejarah disebutkan bahwa bila bulan Ramadhan tiba, beliau selalu berhenti sejenak dari kesibukannya dari membaca Hadis Nabi saw. Bahkan beliau meliburkan majelis ilmu dan mengisi waktunya dengan sibuk bertilawah al-Qur’an. Demikian pula murid beliau, Imam Syafi’i hafidzahumullah, yang bertilawah dan khatam membaca al-Qur’an dalam bulan Ramadhan sebanyak enam puluh kali. Tradisi inilah yang kini hidup dalam masyarakat muslim di seluruh dunia. Dalam hadis Rasulullah saw. tradisi ini mendapat reward khusus seperti yang disebutkan oleh imam ibn Majah, “Siapa saja yang tilawah al-Qur’an pada sepanjang waktu siang dan malam bulan Ramadhan, dan mengharamkan apa yang diharamkan juga mengalalkan apa yang dihalalkan oleh Allah SWT, maka Allah SWT akan mengharamkan daging dan darah orang tersebut tersentuh oleh api neraka, hingga pada hari kiamat kelak al Qur-an akan menjadi pembelanya”.
Keenam, Ramadhan menjadi saksi atas sabda Rasullullah saw. yang sangat terkenal dan dikutip hampir seluruh pakar hadis kenamaan seperti Imam Bukhari, Muslim, Tirmizi, Nasa’i, Abu Daud dan Imam Ahmad. Meskipun terdapat redaksi yang sedikit berbeda di setiap riwayat, namun maksudnya adalah sama. Bahwa Allah SWT akan memberi ampunan dosa yang tidak terhingga bagi setiap muslim yang benar-benar melaksanakan amal kesholehan dan ketaatan sepanjang siang dan malam pada bulan Ramadhan. Ampunan itu diibaratkan seperti halnya bayi yang baru lahir, suci tanpa dosa, manusia yang lahir dari rahim bunda tercinta. “Siapa yang menegakan atau beramal di bulan Ramadhan karena keimanannya dengan hitungan disiplin, maka Allah telah mengampuni apa aja dari dosanya yang telah berlalu”.
Ketujuh, Ramadhan menjadi saksi atas suatu malam yang jika beribadah dan beramal ketaatan pada malam tersebut sebanding dengan beramal dalam seribu bulan. Malam itu dinamakan malam lailatul qadr. Walaupun kepastian tepatnya malam tersebut tidak mudah untuk ditetapkan—apalagi dipastikan—tapi karunia yang dijanjikanNya pada malam itu menjadikan setiap muslim sangat menantikan dan berharap dengan cara berbuat ketaatan dan amal kesalehan di malam tersebut. Dirahasiakannya malam lailatul qadr di malam-malam akhir Ramadhan tersebut mendorong setiap individu muslim tetap bersungguh-sungguh beribadah dan beramal ketaatan hingga berakhirnya Ramadhan. Yang pasti malam itu para malaikat turun dalam jumlah yang amat banyak dan menghampiri setiap muslim yang beribadah, bersujud dan berdoa kepada-Nya. Pada malam itu para malaikat mendoakan kebaikan dan memohonkan ampunan bagi ummat Nabi Muhammad saw. yang sedang beribadah sujud mengharapkan Kemurahan-Nya. Di saat yang sama pula Allah SWT akan menyebutkan takdir satu tahun ke depan untuk setiap hamba-Nya pada para malaikat yang bertugas mengawal mereka, meskipun takdir itu telah terlulis secara ajali di lauful mahfudz. Wallahu a’lam
Dari ketujuh hal yang
dijelaskan secara singkat diatas, besar harapan agar pertemuan dan perpisahan
setiap muslim dengan bulan Ramadhan menjadi pertemuan dan perpisaan yang penuh
arti. Yaitu pertemuan yang bisa memberikan kebaikan yang berlimpah curah Rahmat,
Kasih, dan ampunan dari Sang Khalik. Demikian pula ketika akan berpisah,
hendaknya memberi kenangan yang mendalam pada jiwa seorang muslim hingga selalu
teringat akan keagungan dan Taufiq-Nya.
Ramadhan Karim, Ramadhan Barakah.
Semoga hadirmu dalam kehidupan kaum muslimin dan muslimat di tahun 1439H ini
bisa mensucikan jiwa, berbuah izzah, menjadikan detik dan waktu amat
bermakna, melatih diri senang berbagi, membuat individu pribadi muslim menjadi cinta
pada ayat-ayat-Nya, meraih ampunan dari-Nya, dan InsyaAllah mendapat kemuliaan dari
malam yang lebih baik dari seribu bulan. Suka dan duka saat kebersamaan
denganmu, InsyaAllah akan menjadi tali cinta yang akan mempertemukan kita lagi pada
Ramadhan di tahun-tahun berikutnya. Aamiin.
“Taqaballahu minna wa minkum. Kullu ‘am wa antum bil-khair.”
Dr. H. Ulil Amri Syafri, Lc., MA.