10 October 2017
03 October 2017
PROFIL PELAJAR MCM (Bag. 1)
2:24 AM
1 comment
ABDURRAHIM, si Kecil-Kecil Cabe Rawit
“Belajarnya enak
disini, gak susah, santai, enjoy, temennya baik-baik, bersahabat.”
Abdurrahim, kelahiran Pekalongan, 5 Oktober 2005, adalah sosok pelajar termuda di Muslim Cendekia Madani. Selain termuda, ia juga menjadi sosok ‘termungil’ diantara teman-temannya yang tinggi menjulang. Namun jangan terkecoh dengan penampilannya. Dalam hal kepandaian, ketahanan fisik, dan porsi makan, Abdurrahim tak kalah dengan para pelajar lainnya yang rata-rata berusia 13-17 tahun. Bisa dibilang, ia bahkan mengalahkan para seniornya dalam beberapa bidang.
Ahim, biasa ia dipanggil,
adalah anak yang lincah, cerdas, sopan, dan sangat sayang pada kucing. Awal
kedatangannya di MCM, mungkin adalah saat terberat yang harus ia hadapi.
Bayangkan, ia yang selama ini tak pernah berpisah dengan kedua orang tua dan
adik-adiknya, harus menerima kenyataan bahwa untuk jangka waktu tertentu, ia
tak lagi bisa bercengkrama dan bersenda gurau dengan keluarga tercinta. Jarak Semarang-Bogor bukanlah jarak yang mudah ditempuh jika ia ingin bertemu mereka. Tentu
saja hal ini adalah hal yang menyedihkan baginya.
Hari-hari pertama di MCM tentunya sangat berat buat Ahim. Melamun, menangis, dan selalu ingat keluarga di rumah mengisi awal hari-harinya di sini. Meskipun ada kakak perempuannya yang juga bersekolah di MCM, tidak mengurangi kesedihannya untuk selalu ingat pada orang tua tersayang. Bahkan aktifitas menelepon keduanya tidak mengurangi rasa ingin pulang untuk bertemu mereka. Begitulah, masa-masa adaptasi anak ketiga dari sembilan bersaudara ini.
Namun, masa-masa kesedihan
yang dirasakan Ahim ternyata hanya sebentar. Konsep “Berlibur Sambil Bermain”
yang diterapkan MCM pada tahun ini sanggup mengubah tangisan, rasa sedih, dan kerinduan
akan keluarga di rumah yang dirasakan Ahim perlahan menghilang. Proses
pembelajaran yang enjoy, tidak menekan dan memaksa, membuat Ahim mulai
menikmati hari-harinya di MCM. Kesedihannya berganti cepat dengan gelak tawa dan
canda senang.
Ahim adalah salah satu anak yang menonjol dalam bidang Tahfidz Al-Qur’an. Ketika datang, ia membawa hapalan Al-Qur’an kurang dari 2 juz. Karena kesungguhan dan kedisiplinannya, maka hapalannya meningkat menjadi 4 juz dengan kualitas hafalan terbaik. Ini diraihnya selama dua bulan bersekolah di MCM. Prestasi ini menyamai bahkan mengalahkan seniornya di MCM. Caranya menghapal Al-Qur’an pun tergolong unik. Ia yang hobi bersepeda, bahkan di siang hari terik sekalipun, menghafal atau mengulang hapalannya sambil bersepeda, mengelilingi villa lokasi tempat MCM. Cara ini menurutnya adalah cara asik untuk menghafal atau memuraja’ah Al-Qur’an. Ketika ditanya apakah sulit menghapal Al-Qur’an, ia menjawab tidak, karena ia enjoy melakukannya.
Begitu juga dalam hal pembelajaran Bahasa Arab. Selama dua bulan ini, Ahim sudah menyelesaikan dua jilid pertama buku al-Arabiyyah lî ghairi nâtikin biha: Bayna Yadaik. Ia mengaku, jika diajak berbicara orang Arab seputar perkenalan diri, ia sudah pede menjawabnya.
Dalam hal olah fisik, Ahim juga salah satu anak yang tangguh. Di awal kedatangannya, ia terlihat agak malas bergerak untuk berolahraga. Namun karena setiap pagi adalah jadwal olahraga para pelajar MCM, dimana salah satu konsep pembelajaran di MCM adalah sehat melalui olah fisik, mau tidak mau aktivitas tersebut dilakoninya. Mengelilingi beberapa cluster di Sentul City sejauh 5 km setiap hari, baik sambil berlari, berjalan, ataupun bersepeda, membuat fisiknya terbiasa. Sekarang, ia bahkan biasa mengelilingi danau yang berukuran 500m sebanyak 8 kali putaran.
Ahim juga sekarang sudah terbiasa disiplin dalam hal kebersihan. Bangun tidur, ia akan membereskan tempat tidur dan perlengkapan tidur lainnya. Ia juga kadang mencuci bajunya sendiri, meskipun MCM menyediakan jasa laundry untuk seluruh pelajar. Ahim juga kini terbiasa bersih-bersih menjaga kebersihan lingkungan. Diharapkan, akhlak suka kebersihan bisa tertanam dalam diri para pelajar sehingga timbul kepeduliannya untuk menjaga lingkungan tempat tinggalnya selalu bersih dan nyaman.
Dalam hal makanan, Ahim tidak pernah mengeluh pada setiap makanan yang dihidangkan. Menurutnya, makanan yang disediakan selalu enak dan cocok di lidahnya. Itulah kenapa ia selalu lahap jika waktu makan tiba.
Ketika ditanya tentang apa yang tidak disukainya selama dua bulan di MCM, Ahim mengatakan, “Gak ada. Gak ada yang gak enak disini.” Dan ketika ditanya apa yang disukainya selama sekolah disini, ia menjawab, “Belajarnya enak disini, gak susah, santai, enjoy, temennya baik-baik, bersahabat.” Satu lagi, Ahim juga paling suka kalau jadwal MCM bermain di Jungle Land. Ia yang sudah beberapa kali masuk ke Wahana Bermain tersebut dan sudah mencoba hampir semua wahana, tak pernah merasa bosan berkunjung kesana. MCM memang selalu menjadwalkan kunjungan ke tempat bermain itu sebagai salah satu bentuk refreshing untuk para pelajarnya. Hal ini sebagai salah satu terapi kejenuhan yang biasa menghinggapi para pelajar.
Ahim memang tidak seperti kebanyakan anak yang kita temui. Proses pendidikan yang dimiliki MCM bisa digunakan Ahim untuk membangun dirinya. Tentu saja, tidak hanya pada aspek keilmuannya, namun juga bisa membentuk pribadi yang tangguh. Ahim yang masih berusia 12 tahun sudah mampu menempa diri dari proses pendidikan yang ada di MCM. Durasi waktu dua bulan bagi Ahim bisa membuat hafalan al-Qur’annya mumtaz 4 juz. Bahkan ia juga dilatih menjadi imam, bergiliran dengan temannya, saat qiyamulail di setiap malam untuk menguatkan hapalannya. Demikian juga bahasa Arab yang ia pelajari. Meskipun proses menghafal al Qur’an ditekuninya, namun pemahaman dan kemampuan bahasa arab dasar standar—setara dengan buku bahasa dasar di Universitas Umm al-Qura’ Mekkah—juga dikuasainya dengan baik.
Abdurrahim, si kecil-kecil cabe rawit ini kini sudah mulai menikmati rutinitas kegiatan belajar ala home schooling MCM. Ia memiliki target ingin menghapal Al-Qur’an sampai 10 juz dalam setahun ini. Target belajar yang tidak pernah dipaksakan tapi justru timbul dari kesadaran dan rasa tanggung jawabnya sendiri sebagai seorang pelajar muslim. Sampai sekarang, ingatan ingin pulangnya hanya timbul sesekali saja. Kalau itu muncul, biasanya dia akan menyibukkan dirinya dengan bersepeda dan bermain dengan tiga kucing piaraan MCM.
21 September 2017
Mengawali Tahun Baru Hijriah, Alumni MCM Berangkat ke Cairo
3:26 AM
No comments
Bertepatan dengan hari terakhir di
tahun 1438H, Rabu, 20 September 2017, keluarga besar MCM melepas M. Isa Amri,
salah satu alumninya yang akan kuliah di universitas Al-Azhar Cairo Mesir.
Momen ini sangat mengharukan sekaligus membanggakan karena ini adalah awal
pertama bagi MCM untuk menempatkan alumninya di Universitas Islam tertua di
kawasan timur tengah tersebut, meski usia MCM baru setahun lebih.
Dengan konsep
pendidikan yang fokus pada beberapa materi, utamanya bahasa Arab dan Al-Qur'an,
MCM membina dan menyiapkan pelajar muslim yang berakhlak dan
berwawasan luas untuk siap menuntut ilmu di luar negeri. Insya Allah di tahun
berikutnya, alumni-alumni MCM akan berkesempatan menuntut ilmu
di universitas-universitas timur tengah lainnya.
M. Isa Amri sendiri memiliki latar belakang pendidikan yang sudah diarahkan untuk kuliah di timur tengah. Menyelesaikan Pendidikan Menengahnya di Madrasah Tsanawiyah Al-Azhar Asy-Syarif Jakarta (Kerjasama DEPAG dan Madrasah Al-Azhar Cairo), kemudian menyelesaikan I'dad Lughawi di Pesantren Al-Irsyad Salatiga, serta pindah ke MCM dan menyelesaikan Pendidikan Atasnya dengan ijazah Paket C. Di usia 17 tahun, Isa siap merantau dan menuntut ilmu di negaranya para Nabi.
Perpisahan ini cukup dirasakan, baik oleh Isa maupun para pelajar lainnya, khususnya para teman seangkatan. Proses pembelajaran in the home di MCM memang membuat keakraban dan kedekatan diantara para pelajar dan mentor begitu kuat. Membayangkan bahwa kedekatan dan keakraban itu akan menghilang, membuat mereka semakin akrab di hari-hari akhir menjelang keberangkatan. Keakraban yang terjalin layaknya persaudaraan dalam sebuah keluarga besar.
Puncaknya adalah perpisahan di Bandara Soekarno Hatta Tangerang. Dengan diantar
oleh beberapa pelajar MCM dan juga keluarga tercinta, Isa dilepas dengan haru,
bahagia, dan bangga. Tak ada emosi yang berlebihan. Namun jabatan tangan dan pelukan
hangat yang tercipta mampu menyampaikan pesan yang ingin disampaikan mereka
semua.
Semoga M. Isa Amri selalu dimudahkan Allah dalam setiap niat dan langkahnya untuk menuntut ilmu, dibimbing untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat, dan bertanggung jawab pada tugasnya
sebagai pemuda Muslim nantinya.
08 September 2017
Berubah Untuk Lebih Baik
Satu bulan sudah para pelajar Muslim Cendekia Madani (MCM) menjalani proses pembelajaran di tahun ajaran ini. Masa-masa adaptasi meninggalkan keluarga tercinta tentunya sangat terasa oleh mereka, khususnya untuk yang baru pertama kali berpisah dengan orang tua. Terlihat sekali emosi kesedihan pada minggu pertama mereka di MCM. Ada yang menangis diam-diam, ada yang hanya menyendiri dengan raut wajah yang sedih, tapi ada juga yang bersikap biasa dan tetap ceria.
Namun, masa-masa itu
tidaklah lama. Konsep pembelajaran “Liburan sambil Belajar” mampu membuat
masa-masa tersebut berganti dengan keceriaan, keakraban, dan kegembiraan.
Wajah-wajah sumringah kini menghiasi wajah para pelajar MCM. Mereka sudah mulai
enjoy dengan lingkungan tempat tinggalnya dan tak terasa sudah mulai menikmati
proses pembinaan dan pembelajaran di sini dengan baik. Keakraban pun sudah
terjalin dengan sangat baik diantara para pelajar dan para mentor. Tak ada senior-junior
di MCM.
Ternyata, masa-masa
adaptasi ini pun dirasakan oleh orang tua para santri. Beberapa dari orang tua juga
merasakan ‘kehilangan’ anaknya yang jauh dari rumah. Ketika ada kesempatan, tak
jarang mereka menelepon atau bahkan menjenguk anak-anaknya. MCM memang tidak
membatasi waktu berkunjung para orang tua. Mereka dipersilahkan bertemu dengan
anak-anaknya kapan saja, asal tidak mengganggu proses pembelajaran yang
berlangsung.
Ada yang unik dari
kunjungan orang tua ketika libur Idul Adha kemarin. Beberapa orang tua mengakui
perubahan yang terjadi pada anak-anaknya setelah satu bulan tidak bertemu.
Mereka cukup ‘surprise’ ketika berkomunikasi dan bercengkrama bersama. Misalnya
orang tua Hasnul Fauzan (15 tahun) yang berasal dari Cikampek. Mereka merasakan
perubahan anaknya dalam hal cara berkomunikasi. Anaknya lebih santun dan ‘kalem’
dalam interaksi mereka. Juga masih menurut ayahnya, Hasnul terlihat lebih gagah
dan sehat. Saat ditanyakan pada Buya Ulil Amri Syafri sebagai mentor di MCM, beliau hanya tersenyum dan mengatakan,
“bisa jadi itu pengaruh olah raga yang dilaksanakan rutin dan teratur setiap
pagi.”
Lain halnya dengan Pak
Syafe’i, orang tua dari Abdurrahim (12 tahun). Beliau melihat anaknya lebih
pede ketika mengajak kakaknya yang sedang berkunjung untuk muraja’ah Al-Qur’an
bersama. Bahkan sesekali Abdurrahim memperlihatkan kebanggaan pada pengetahuannya terhadap
bahasa Arab dasar. Sedangkan Mutiara Ayu
(14 tahun) menurut ibunya yang berkunjung satu minggu sebelum Ied mengatakan
bahwa Ayu terlihat lebih ceria. Berbeda dengan terakhir kali ia meninggalkan
Ayu di MCM.
Begitulah, perubahan
selalu dibutuhkan agar segala sesuatunya berjalan sesuai target pembinaan dan
pembelajaran. Dalam hal ini, proses pendidikan yang menitik beratkan pada perubahan
akhlak sebagai dasar tujuan tentunya sangat berdampak positif pada diri anak
didik. Bandingkan dengan lembaga pendidikan yang hanya menekankan pada
pencapaian kognitif dan prestasi akademik saja, namun mengabaikan pembentukan
akhlak atau karakter pelajar.
Mengajar anak jadi
pintar itu mudah, tapi mendidik anak agar berakhlak baik itu sangat sulit. Karena
proses pendidikan akhlak tidak seperti mengajar ilmu pengetahuan. Orang yang
berhasil menata dan mendidik akhlaknya tentu lebih mudah mendapatkan ilmu
pengetahuan, karena pendidikan keperibadian adalah awal dan inti dari segala
proses pendidikan. Kata orang bijak, apalah artinya punya anak pintar tapi
buruk sikapnya kepada orang tua. Meskipun terselip kebanggaan pada orang tua karena
prestasi anaknya, akan tetapi tetap membawa rasa pilu dalam hati orang tua.
Maka, sudah saatnya para keluarga muslim melihat kembali skala prioritas perubahan pada diri anak anak. Jangan berikan pendidikan yang bersifat matrealis, pragmatis, dan individualis pada anak-anak muslim. Tentunya perubahan yang diharapkan adalah perubahan yang lebih baik, khususnya perubahan yang membawa kebaikan untuk pelajar itu sendiri dan tentunya semua itu akan membahagiakan orang tua dan keluarga mereka.
Maka, sudah saatnya para keluarga muslim melihat kembali skala prioritas perubahan pada diri anak anak. Jangan berikan pendidikan yang bersifat matrealis, pragmatis, dan individualis pada anak-anak muslim. Tentunya perubahan yang diharapkan adalah perubahan yang lebih baik, khususnya perubahan yang membawa kebaikan untuk pelajar itu sendiri dan tentunya semua itu akan membahagiakan orang tua dan keluarga mereka.
22 August 2017
"LIBURAN SAMBIL BELAJAR"
Di tahun kedua
pembelajarannya, Islamic Boarded Home Schooling MUSLIM CENDEKIA MADANI
memiliki lokasi baru sebagai tempat proses pendidikannya. Lokasi ini tak kalah
menariknya dengan lokasinya yang terdahulu. Jika dulu MCM berada di tengah pedesaan
dan persawahan, kini lokasi baru MCM berada di tengah perkotaan dan villa yang
juga memiliki suasana asri dan sejuk. Perpindahan lokasi tersebut bukan hal
yang aneh karena konsep pendidikan MCM adalah Home Schooling yang
biasa berpindah lokasi dari satu tempat ke tempat lain yang representative sesuai
dengan konsep pendidikannya.
Program kegiatan MCM masih
tetap dengan program-program unggulannya, yaitu adzkar pagi dan sore, tilawah
al-Qur’an, olahraga pagi sambil mengeksplorasi tempat di sekitar lokasi MCM, bahasa
Arab untuk pelajar tahun pertama dan tahfidz al-Qur’an untuk pelajar
tahun kedua, konsep makan sehat berbasis alami, dan program-program tambahan
sesuai kompetensi masing-masing anak.
Untuk tahun ini, pemilihan
tempat disesuaikan dengan tema pembelajaran yang diusung MCM tahun ajaran
2017/2018, yaitu “Berlibur sambil Belajar.” Konsep ini merupakan cara unik dalam
mendidik dan mengarahkan para pelajar pada kompetensi pendidikan yang ada.
Dalam satu tahun ke depan, para pelajar akan diajak “berlibur” namun proses
pelaksanaan kurikulum yang ditentukan tetap berjalan tanpa mereka sadari.
Proses ini dilakukan agar
para pelajar enjoy dan senang sehingga memudahkan mereka dalam pembelajarannya.
Hal ini mendapat apresiasi yang baik dari para pelajar, khususnya para pelajar
yang baru bergabung di MCM. Misalnya Habibah, pelajar dari Semarang mengakui
bahwa ia merasa senang masuk ke MCM. “Seru! Cara belajarnya beda sekali. Gak
semua orang bisa merasakan (keseruan) ini.”
Lain lagi dengan tanggapan Mutiara Ayu, pelajar asal Sukabumi, yang merasa proses belajar di MCM sangat inspiratif. “Para mentornya suka memberi inspirasi. Saya senang disini.”
Lain lagi dengan tanggapan Mutiara Ayu, pelajar asal Sukabumi, yang merasa proses belajar di MCM sangat inspiratif. “Para mentornya suka memberi inspirasi. Saya senang disini.”
Tanggapan-tanggapan positif lainnya juga diberikan oleh seluruh para pelajar MCM yang merasa senang dengan awal proses pembelajaran mereka. Meskipun mereka baru bertemu, tapi konsep ‘in home’ yang menjadi ciri khas MCM sangat terasa. Sehingga sejak awal sudah terjalin keakraban dan kedekatan antara para pelajar dan juga dengan para mentor sebagai figur teladan dalam proses pembinaan mental dan akhlak mereka.
This is just beginning,
kids! Nantikan proses-proses berlibur dan belajar lainnya yang
tak kalah seru, menyenangkan, namun memiliki muatan nilai pembinaan akhlak dan
keilmuan.
30 June 2017
Guruku Teladanku
Oleh : Dr. Ulil Amri Syafri
Di media sosial beredar ramai tulisan tentang pola pendidikan di negeri yang di sebut negara maju. Dikisahkan, bahwa seorang guru di Jepang pernah berkata, “Kami tidak terlalu khawatir anak-anak sekolah dasar kami tidak pandai Matematika. Kami jauh lebih khawatir jika mereka tidak pandai mengantri.” Mengapa demikian? Ada beberapa alasan yang mereka kemukakan.
Pertama, “kita hanya perlu melatih anak tiga bulan saja secara intensif untuk bisa Matematika, sementara kita perlu melatih anak hingga dua belas tahun atau lebih untuk bisa mengantri dan selalu ingat pelajaran di balik proses mengantri”. Kedua, karena tidak semua anak kelak menggunakan ilmu matematika kecuali Ilmu TAMBAH, KALI, KURANG DAN BAGI. Lagi pula Sebagian mereka anak jadi penari, atlet, musisi, pelukis, dsb. Ketiga, semua murid sekolah pasti lebih membutuhkan pelajaran Etika Moral dan ilmu berbagi dengan orang lain saat dewasa kelak.
Apa yang menjadi perhatian dunia pendidikan tingkat dasar di negeri tersebut bisa menjadi hal baru atau aneh bagi dunia pendidikan dasar di negeri lain. Sebut saja di Indonesia, meskipun tidak bisa digeneralisasi, tapi setidaknya apa yang berkembang pada masyarakat dan terjadi dalam pergaulan anak di masyarakat bisa memperlihatkan andil dunia pendidikan dalam pembentukan karakter anak-anak.
Fakta yang kerap terjadi di masyarakat kita sebagai berikut; Banyak anak-anak karena tidak sabar mengantri lalu biasa menyusup ke depannya dengan mengambil hak anak lain dalam barisannya. Lebih konyol lagi, hal ini dibiarkan oleh orang tuanya, bahkan tidak sedikit orang tua yang senang melihat pelangaran tersebut. Mereka malah memarahi anaknya bila enggan untuk menyusup ke dalam antrian di depan dengan kata-kata ‘penakut’ kata-kata ‘tidak gagah’ dan sebagainya. Singkatnya, budaya antri yang tertib ternyata tidak saja menjadi masalah anak-anak Indonesia, bahkan masalah ini juga bermula dari kedua orangtuanya sebagai pendidik dan tauladan anak-anak tersebut.
Dari kasus kecil di atas yang berdampak besar, yaitu tentang pendidikan kedisiplinan atau etika melalui budaya antrian, maka dapat terlihat orientasi pendidikan suatu bangsa. Pada kenyataannya, ada lembaga pendidikan yang amat memperhatikan pembangunan karakter anak didiknya. Tapi sangat banyak sekolah seakan tidak terlalu peduli dengan hal semacam itu. Anak-anak menurut mereka cukup menjadi pintar dan berprestasi dalam akademik. Bahkan guru-guru akan bangga bila anak didiknya lulus dan diterima pada sekolahan favorit, meskipun karakter dan etika anak didik tersebut nol besar.
Sesungguhnya orientasi pendidikan adalah pilihan. Dan itu adalah pilihan yang mudah, bukan pilihan yang berat, apalagi beresiko. Pilihan yang membuat setiap orangtua akan menjadi bahagia dan semakin percaya kepada lembaga pendidikan.
Menurut Ahmad Tafsir, ‘inti (core) pendidikan adalah ahklak mulia’. Lebih lanjut dikatakannya, bahwa pembinaan akal dan keterampilan itu sangat gampang bila anak didik berakhlak mulia. Dan orang yang tidak berakhlak mulia adalah orang yang gagal menjadi manusia. Dengan demikian, lembaga pendidikan yang mengutamakan kepintaran saja tanpa memprioritaskan pembinaan mental, etika, atau akhlak mulia bisa dikatakan bahwa lembaga itu turut bertangungjawab membuat anak didiknya gagal menjadi manusia. Akhirnya, sekolah yang tidak memberi perhatian lebih pada aspek etika dan akhlak Mulia, tentu dalam perkembangannya tidak akan mendapat kepercayaan maksimal dari masyarakat, apapun status sekolahnya. Baik itu sekolah negeri ataupun swasta, mahal maupun murah, demikian pula pada lembaga pendidikan ber-beasiswa ataupun non-beasiswa.
Banyak variabel yang harus diperhitungkan jika berbicara tentang lembaga pendidikan agar mampu mengantarkan perkembangan anak didiknya kepada tingkat yang sempurna sebagai manusia. Baik dari sisi manajemen, proses pendidikannya, kurikulum, dan lain sebagainya. Namun demikian, ada topik utama dan sangat penting yang harus dibicarakan, yaitu bicara tentang guru atau kualitas guru.
Guru adalah asset dan icon terpenting dalam proses pendidikan, atau jika bisa dikatakan sebagai ‘modal’ termahal dalam kegiatan pendidikan. Bila suatu lembaga pendidikan tidak menempatkan guru demikian, maka lembaga pendidikan tersebut sebenarnya tidak bicara pendidikan yang sesungguhnya. Sebab sehebat apapun konsep pendidikan yang dimiliki suatu lembaga, bila tidak didukung Guru yang sesuai, maka konsep hebat tidak ada artinya dalam proses pendidikan yang berjalan.
Guru adalah laksana motor, penggerak dari sebuah perangkat mesin besar. Guru bagaikan energi yang menjadikan suatu program bisa hidup dan berkembang. Guru adalah ruh dari sebuah tempat pendidikan. Guru adalah cahaya. Dalam Islam, tugas guru setingkat di bawah tugas kenabian. Guru merupakan pewaris tradisi kerja nabi dan rasul karena guru itu harus mengajar, mendidik, membina dan memberi tauladan. Pada diri gurulah sebagian ilmu dan pengetahuan itu tersimpan. Maka dalam filsafat Islam disebutkan, bahwa meninggalnya seorang berilmu mendalam berarti hilangnya segudang ilmu yang sulit tergantikan. Tingginya kedudukan guru dalam perspektif Islam merupakan realitas dari ajaran Islam tersebut. Tentunya pemahaman ini menempatkan Islam sebagai ajaran yang juga sangat memuliakan ilmu pengetahuan dan sangat menghargai kegiatan pendidikan.
Di negeri kita Indonesia, guru disebut bagai pelita dalam kegelapan, pahlawan tanpa jasa. Pujian terhadap guru terungkap indah dalam bait bait lagu yang berjudul ‘Guruku Tersayang’. Lagu yang diunggah di youtube tersebut sudah dinikmati puluhan juta putra-putri Indonesia. Bahkan negeri tetangga pun menyukai lagu tersebut. Lagu yang ditulis Melly Goeslaw tersebut melukiskan kedudukan dan kecintaan terhadap guru yang diungkapkan lewat ucapan terima kasih yang mendalam. Dikatakan, tanpamu guru apa jadinya aku, tak bisa baca tulis dan mengerti banyak hal, terima kasih guruku. Demikian pula pada bait-bait lagu yang lain, semisal Hymne guru dan Terima Kasih Guru.
Dalam tradisi pendidikan Islam di Indonesia, guru di tempatkan pada tempat yang terhormat. Para pelajar mencium tangan dan mengucapkan salam, menunduk dan tenang saat berhadapan, santun dan lembut saat berbicara pada gurunya. Tradisi ini menurut Ahmad Tafsir tidak membangun hubungan antara anak didik dan guru dalam untung dan rugi, tapi disana ada hubungan keagamaan yang disebutnya nilai Kelangitan. Lebih lanjut kata Ahmad Tafsir, hubungan guru dan anak didik amat berbeda dengan yang yang berlaku di dunia Barat.
Di Barat, hubungan antara guru dan anak didik tidak ada nilai Kelangitannya, hanya seperti hubungan antara orang yang lebih banyak pengetahuan dengan anak didik yang membutuhkan dan sedikit ilmu pengetahuannya. Hubungannya juga seperti pemberi dan penerima, bahkan terkadang sampai pada tingkat pemberi jasa dan pembayar jasa. Maka hitungan dan akad ekonominya sangat menonjol. Hal ini tentunya sangat kering dari nilai Kelangitan. Maka, cara pandang dalam membangun hubungan sebuah proses pendidikan terhadap guru dan posisi guru itu sendiri sangat berpengaruh dalam proses implementasi pendidikan, yang tentunya juga mempengaruhi hasil didikannya.
Saat semakin baik cara pandang lembaga dan stake holder lembaga pendidikan terhadap guru, kualitas guru, dan eksitensinya, maka hal itu merupakan upaya meningkatkan mutu pendidikan dan prosesnya. Demikian pula sebaliknya, bila rendah dan buruk cara pandang kepada guru, tentu berimbas pada rendahnya kualitas proses pendidikan.
Selain itu, paradigma guru dan orang tua dari anak didik pun perlu pembenahan, khususnya tentang ‘bentuk hubungan’ yang dijelaskan di atas. Begitu juga dengan arti pendidikan, jangan hanya dipersempit pada makna pengajaran saja. Tapi pendidikan harus dimaknai luas melalui keteladanan oleh guru, bimbingan, dan pembinaannya sehingga pengajaran dan pembinaan menjadi satu dari proses yang dilakukan oleh guru dan tidak terpisah. Maka pada akhirnya, keteladanan guru menjadi hal yang amat penting, khususnya ketika menanamkan nilai-nilai kebaikan. Sebab, tanpa ada keteladanan maka tidaklah ada artinya pendidikan akhlak mulia bagi anak didik.
Juga tentang makna ‘tugas guru’. Setiap guru—apapun materi yang diampu—harus merasa gundah dan risau serta memiliki tangung jawab bila ada adab dan etika anak didik yang belum sempurna, sehingga setiap guru dapat memberikan perhatiannya. Demikian halnya pada setiap orang tua. Sebagai guru pertama, orang tua tidak bisa berlepas diri 100% dengan telah perginya anak ke sekolah. Sebab sekolah sifatnya adalah membantu pendidikan anak-anak. Maka dalam hal akhlak mulia, setiap orang tua masih memikul beban yang sama berat. Tentunya beban berat pendidikan akhlak tersebut masih bisa dilakukan melalui cara nasehat, memberi semangat, memberi reward and punishment, dan juga melalui keteladanan di lingkungan keluarga.
Maka, terkait dengan budaya antri yang lebih diutamakan dari pada pelajaran matematika pada kasus guru di Jepang tersebut, tentunya sudah bisa dipahami bahwa pembangunan karakter pada anak didik sangat membutuhkan pendekaatan pembiasaan dan keteladanan langsung secara terus-menerus. Siapa pun dia, guru atau orang tua, keduanya dapat banyak memberi pengaruh positif kepada anak didik.
Mengharapkan anak didik memiliki karakter, adab, maupun akhlak mulia tanpa membicarakan siapa dan bagaimana gurunya, maka sampai kapan pun harapan itu hanyalah mimpi. Konsep tentu penting, tapi membahas implementasi konsep jauh lebih penting. Dalam proses pendidikan, sebaik dan sehebat apapun konsepnya jika tidak serius membicarakan guru-guru yang menjadi bagian penting dalam proses tersebut, maka upaya itu masih sebatas gagasan. Sedangkan kompetensi lulusan ataupun hasil pendidikan sangat berkaitan dengan praktek di lapangannya. Oleh karena itu, penanaman nilai pada anak didik menjadi sejalan dengan slogan ‘guruku teladanku’.
08 June 2017
100% LULUS!
Kabar gembira menghampiri
keluarga besar Muslim Cendekia Madani di bulan ramadhan 1438H ini. Empat orang
pelajarnya yang mengikuti tes seleksi penerimaan mahasiswa ke timur tengah
berhasil lulus. Bersama dengan 5942 orang peserta yang tersebar pada 12 lokasi
di Indonesia, para pelajar MCM bersaing memperebutkan kesempatan untuk
berkuliah di negara timur tengah seperti Mesir, Maroko, Lebanon, dan Sudan pada tanggal 25 Mei 2017.
Khusus untuk para pelajar MCM memilih Universitas Al-Azhar Cairo Mesir.
Universitas
Al-Azhar Mesir
sendiri memiliki magnet kuat bagi keluarga muslim yang ingin menuntut
ilmu.
Peminatnya dari tahun ke tahun masih menempati peringkat yang tinggi.
Kampus
yang telah berusia lebih 1030 tahun tersebut memiliki daya pikat bagi
berbagai
negeri Islam. Dari 500 ribu mahasiswa yang tercatat sebagai
mahasiswanya, lebih
dari 60 ribu diantara mereka adalah mahasiswa asing. Mahasiswa asing
dari Asean diperkirakan memiliki jumlah mahasiswa(i) terbanyak di kampus
tertua tersebut.
Indonesia yang memiliki
lembaga pendidikan Islam terbanyak di dunia—dengan jumlah pelajar yang juga
banyak—memiliki para lulusan yang berkeinginan kuliah di Universitas Al-Azhar
Mesir. Banyak sebab yang melatarbelakangi hal tersebut. Diantaranya karena Mesir
sebagai negeri para nabi—dijuluki sebagai negeri dengan seribu menara dan kaya akan
ulama tersohor—memang amat cocok sebagai tempat belajar lanjutan bagi para
pelajar muslim dari Indonesia, khususnya bagi mereka yang memiliki kecenderungan
berpikir tajam, kritis, dan gigih dalam
menuntut ilmu. Untuk para pelajar yang berkarakter manja akan terasa kurang pas jika memilih ke Universitas Al-Azhar. Keistimewaan ini yang membuat Universitas Al-Azhar selalu diminati dari tahun ke tahun. Bahkan, ada para alumni yang mengatakan, ‘jika
saja ada kesempatan lagi menjadi mahasiswa, maka saya akan tetap memilih Al-Azhar
sebagai tempat kuliah.’
Hal inilah yang kemudian menjadi
perhatian para pengelola di Muslim Cendekia Madani. Sejak awal, Muslim Cendekia
Madani memang memfokuskan materi bahasa Arab dan al-Qur’an sebagai bekal
melanjutkan kuliah di Luar Negeri (dalam hal ini adalah negara-negara timur
tengah). Berbagai inovasi dalam hal metode, cara, dan teknik pengajaran, yang juga
didukung oleh para mentor yang mumpuni, dilakukan untuk membuat para pelajarnya
mampu menguasai bahasa Arab dengan mudah dan baik. Selain itu, hal terpenting
dalam proses pengajaran di Muslim Cendekia Madani adalah pembinaan karakter
anak dalam hal ketekunan belajarnya, ketajaman berpikir, memiliki daya kritis,
santun pada orang tua dan hormat guru, mandiri, pribadi yang tangguh, serta membina
kesadarannya untuk beribadah tanpa ada paksaan. Karakter seperti ini sangatlah
dibutuhkan oleh mereka yang ingin ‘merantau’ menuntut ilmu di negara-negara
timur tengah, khususnya Mesir.
Al-syukurillah, tanggal 8 Juni 2017 para pelajar Muslim Cendekia Madani berhasil memenuhi target yang
telah ditetapkan: menembus tes masuk kuliah di timur tengah. Semoga hal ini
menjadi awal yang baik bagi mereka untuk menggali ilmu yang lebih banyak dari
para pakar-pakar Islam yang memang dimiliki oleh Universitas Al-Azhar.
Tentunya
kebahagiaan ini bukan hanya milik para mentor yang telah mendidik dan
membina mereka, tapi juga milik seluruh keluarga besar Muslim Cendekia
Madani. Untuk itu para mentor tetap
mengarahkan, “Jangan pernah merasa sudah selesai
berjuang. Justru inilah tonggak awal dari perjuangan kalian dalam
belajar Islam
yang lebih luas dan mendalam untuk izzah agama Allah dan kejayaan Indonesia
dengan Islamnya kelak. Tetaplah fokus dan semangat. Semoga Allah selalu
meridhai apa yang kalian cita-citakan.”
10 May 2017
Dunia Literasi Di Muslim Cendikia Madani
Oleh: Dr. Ulil Amri Syafri
Penulis memiliki kemiripan dengan seorang florist atau perangkai bunga. Keduanya sama-sama memiliki jiwa seni yang mampu membuat kagum banyak orang dengan karyanya. Menjadi seorang florist yang memiliki kemampuan hebat dalam seni merangkai bunga tentunya melalui proses belajar. Seni tersebut berkembang dan terus berkembang sesuai pengamatannya. Semakin banyak pengamatan terhadap ilmu tersebut yang diiringi dengan banyak berlatih merangkai bunga, maka ia akan menjadi seorang florist yang berseni tinggi, karyanya akan dikagumi dan akan selalu dikenang.
Pun demikian halnya seorang penulis. Dibutuhkan seni dan ilmu dasar yang berkaitan dengan dunia literasi. Seperti seorang florist, dibutuhkan kemampuan merangkai apa yang ada dalam pikiran menjadi sebuah kalimat-kalimat yang terstruktur dan nantinya menjadi sebuah tulisan yang indah.
Salah satu modal dasar untuk menjadi penulis adalah gemar membaca. Sebab dengan banyak membaca akan membantu meningkatkan kemampuan merangkai kata dan seni dalam tulis menulis. Selain cinta membaca, calon penulis juga harus sering berlatih membuat tulisan, baik pendek ataupun panjang. Dengan pola seperti ini maka potensi menjadi penulis yang bercita rasa tinggi akan mudah diraih.
Dalam dunia pendidikan,
ilmu dasar penulisan bagi pelajar di negara kita adalah penguasaan materi
Bahasa Indonesia. Materi ini menjadi pelajaran wajib yang harus diajarkan di
setiap lembaga pendidikan Indonesia, mulai dari level paling dasar hingga
perguruan tinggi (Sisidiknas 2013). Namun sayang, meskipun para pelajar rutin
belajar bahasa Indonesia, tetap saja tidak menghasilkan pelajar yang cinta
membaca, apalagi gemar mengarang. Maka, bila para pelajar ditanya tentang
kesukaan mereka pada dunia literasi, akan mudah ditebak jawabannya.
Hasil penelitian tahun 2012 memperlihatkan bahwa persentase minat membaca masyarakat Indonesia hanya sebesar 0,01 persen. Artinya dalam 10.000 orang hanya satu orang saja yang memiliki minat baca. Betapa rendahnya! Oleh karena itu perlu paradigma dan strategi yang baru dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia. Apa gunanya mempelajari bahasa Indonesia di setiap level pendidikan dengan rentang waktu yang panjang, jika memunculkan rasa gemar membaca saja tidak terwujud. Belum lagi masih banyaknya para pelajar yang berkomunikasi—baik di dunia nyata maupun dunia maya—dengan bahasa yang kurang layak. Tentu saja untuk menjadi seorang penulis yang dimaksud dalam tulisan ini akan semakin sulit dan berat.
Menjadi seorang penulis
hebat tentu tidak mudah, tapi proses menuju ke arah itu bukanlah sesuatu yang
berat bila dilalui dan ditempuh jalannya. Apalagi media tempat belajar menulis
kini amatlah mudah. Sebut saja media sosial yang bisa menjadi ajang belajar
membuat tulisan, seperti meng-update status di facebook, twitter,
instagram, path, dan sebagainya. Paling tidak, ilmu bahasa Indonesia yang
didapat di sekolah bisa digunakan untuk melatih dan memperkaya tulisan-tulisan
yang di-update.
Dunia Literasi di
Muslim Cendekia Madani
Salah satu cara
pembelajaran bahasa Arab di Muslim Cendekia Madani adalah bimbingan untuk membuat
dan mengelola blog dengan bahasa Arab, setelah enam bulan sebelumnya mendapatkan
materi-materi bahasa Arab secara intensif. Hal ini dilakukan sebagai upaya
mengembangkan kemampuan para pelajar agar menguasai bahasa Arab dengan lebih
baik.
Para pelajar tidak saja mempraktekkan secara langsung ilmu-ilmu bahasa Arab yang telah dipelajari, tapi juga berlatih mengunakan istilah-istilah internet dan tekhnologi dalam bahasa arab sebagai kekhasan materi belajar bahasa Arab di Muslim Cendekia Madani. Boleh dibilang, para pelajar di Muslim Cendekia Madani menggunakan perkembangan bahasa Arab mutakhir yang digunakan dalam interaksi di dunia maya. Oleh karenanya, cara belajar dengan membuat dan mengelola blog berbahasa Arab tersebut pada akhirnya tidak saja ansich belajar bahasa arab, tapi juga berlatih untuk menulis secara terus menerus.
Untuk mewujudkan
kemampuan tulis menulis yang baik dalam bahasa Arab, maka Muslim Cendekia
Madani mengadakan latihan intensif pengembangan bahasa Indonesia dalam bentuk
pembiasaan mengarang untuk para pelajarnya. Sebab, bagaimana mereka mampu
menulis dengan baik menggunakan bahasa Arab jika menulis dalam bahasa Indonesia
pun belum terlatih dengan baik?
Dalam prosesnya, selama
empat jam dalam sepekan para pelajar dibimbing, dibiasakan, dan dilatih untuk
menulis tulisan-tulisan yang beragam dalam bahasa Indonesia. Mulai dari menulis
bebas (free writing), resensi buku, membuat intisari cerita, hingga membuat
tulisan ilmiah. Tulisan-tulisan itu kemudian dimasukkan ke dalam blog yang
telah dibuat sebelumnya oleh para pelajar.
Dalam hal ini, saya sependapat dengan pendapat yang mengatakan bahwa perkembangan tekhnologi yang di dalamnya ada internet dan gadget justru bisa membuka terobosan baru dalam penumbuhan minat baca dan menulis pada para pelajar. Namun demikian setiap lembaga pendidikan harus tetap hati-hati. Perkembangan teknologi bisa sangat positif jika para pelajar dididik cerdas untuk memanfaatkannya.
Sebaliknya, jika para pelajar menggunakan internet—utamanya media sosial—hanya sekedar sibuk update status, chatting, dan berkomentar sekedar di status teman, maka mereka belajar bahasa pada level dasar secara terus menerus. Lalu, kapan bisa menjadi penulis yang hebat?
Inilah yang kemudian diterapkan di Muslim Cendekia. Perkembangan teknologi yang ada dijadikan sebagai sarana untuk berlatih menulis, baik dalam bahasa Indonesia ataupun bahasa Arab. Penggunaan blog dalam menampilkan hasil karya tulisan para pelajar secara tidak langsung menimbulkan rasa percaya diri, bahwa mereka juga mampu menghasilkan sebuah tulisan yang dapat dinikmati secara luas dalam ruang lingkup dunia. Tentu saja ini menimbulkan semangat mereka untuk terus menulis dan mengasah kemampuan mengungkapkan buah pikiran ke dalam sebuah karya tulis.
Jadi, teruslah belajar dan berlatih
berbahasa dalam bentuk seni menulis yang baik. Karena teknologi pun kini sudah
siap men-support calon penulis yang karyanya akan dikenang
pembacanya kelak. Belajar dan berlatih bahasa berarti
belajar berkomunikasi dengan bahasa yang baik. Belajar bahasa berarti
melahirkan minat dan cinta membaca yang tinggi. Belajar bahasa juga hendaknya
menghasilkan pelajar yang mahir menulis dengan seni tulis yang mengagumkan
seperti layaknya floristy. Maka, empat jam dalam sepekan untuk latihan dan
mengasah kemampuan tulis-menulis ini bisa terasa kurang bukan?
24 April 2017
Tips Mencari Sekolah Untuk Keluarga Muslim
Oleh: Dr. Muhyani*
Tugas orang tua dari
keluarga muslim yang utama adalah mengantarkan anak menjadi generasi yang
tangguh serta taat pada Allah dan Rasul-Nya, sehingga anak selamat dari siksa
neraka. Karena itu orang tua hendaknya memperhatikan keagamaan, program dan
juga memperhatikan lingkungan tempat anak akan dididik. Orang tua boleh berkeinginan
untuk menjadikan anaknya apa saja asalkan tidak menyalahi prinsip pendidikan
Islam.
Berikut ini ada beberapa
tips memilih lembaga pendidikan bagi keluarga Muslim:
Pertama, pilih lembaga
pendidikan yang aqidahnya benar. Di jaman sekarang ini
lembaga-lembaga pendidikan Islam banyak bertebaran di pelosok negeri. Mulai
dari lembaga pendidikan mahal yang menawarkan berbagai keunggulan-keunggulan
dalam proses pendidikannya, hingga lembaga pendidikan berbasis home schooling
yang kian diminati oleh orang tua muslim. Dari keseluruhan lembaga-lembaga
tersebut, pilih lembaga pendidikan yang memperhatikan konsep pembinaan
keagamaannya berbasis al-Qur’an dan Hadis. Hal ini menjadi pondasi awal untuk
membentuk anak agar tumbuh menjadi seorang muslim yang berakidah lurus.
Kedua, pilih yang
mengajarkan anak untuk sadar beragama, menjalankan agama berdasarkan ilmu. Lembaga
pendidikan yang baik harus mengedepankan tradisi keilmuan dalam membina para
pelajarnya. Artinya, semua ilmu-ilmu yang diajarkan harus didasari oleh
ilmu-ilmu yang ada, bukan berdasarkan kebiasaan atau tradisi.
Ketiga, mengutamakan pengamalan
adab-adab Islam dalam keseharian. Lembaga pendidikan Islam yang
baik adalah lembaga pendidikan yang dapat menerapkan apa yang diajarkan, apa
yang dididik, dan apa yang dibina pada pelajarnya. Jadi, ilmu-ilmu yang mereka
dapatkan tidak hanya dihapal dan dipelajari, tapi juga dipraktekkan secara
langsung dalam proses pendidikannya.
Keempat, program pendidikan
nya jelas dan efektif. Sudah menjadi keluhan banyak pihak
bahwa sistem pendidikan di Indonesia terlalu membuang waktu dan tidak efektif.
Ketika masuk pendidikan menengah misalnya, anak dihadapkan pada banyak materi
yang menguras waktu dan tenaga, padahal kesemua materi tersebut tidak
diperlukan ketika anak akan melanjutkan ke perguruan tinggi, hanya sebagian
kecilnya saja. Alangkah baiknya jika orang tua memilihkan lembaga pendidikan
yang fokus dan mendalam, agar sejak awal anak mulai diarahkan sesuai dengan
keinginannya. Sehingga, materi-materi yang diberikan bisa diberikan secara
efektif sehingga peluang untuk menguasai bidang keilmuan tersebut secara dini
sangat besar.
Kelima, pilih yang memberikan
skill menghadapi masalah dalam hidup. Hampir kebanyakan
lembaga pendidikan menitikberatkan proses pendidikannya pada penguasaan
kognitif semata. Demi memperoleh nilai UN yang baik, anak dijejali
materi-materi keilmuan sehingga melupakan pembinaan mentalnya. Salah satu
pembinaan mental yang terlupa dalam proses pendidikan sekarang adalah mendidik
jiwa anak agar tangguh, kuat, dan tawakkal pada setiap masalah yang ada
dihadapannya. Lembaga pendidikan yang baik tahu betul bahwa kesuksesan dan
keberhasilan anak tidaklah diukur oleh besaran nilai tes yang ada, tapi
seberapa kuat karakter dan kepribadian anak dalam menghadapi permasalahan yang
menghadang langkahnya.
Keenam, memperhatikan kesehatan
anak baik secara fisik maupun psikis. Makanan dan minuman yang
dikonsumsi sangat berpengaruh pada kondisi fisik dan psikis seorang anak. Jika
sejak kecil pola makan yang diberikan pada anak keliru, makan hal ini akan
berimbas pada kecerdasan, ketenangan jiwa, dan ketahanan fisik anak. Padahal,
untuk menuntut ilmu dengan baik, dibutuhkan tubuh yang sehat dan kuat, pikiran
yang tenang dan stabil, serta ketajaman berpikir yang baik. Dalam hal ini,
memilih lembaga pendidikan yang concern terhadap pola makan sebagai
basis kesehatan jasmani dan ruhani sudah menjadi keharusan pada saat ini.
Ketujuh, dibina oleh guru
yang kompeten keilmuannya. Salah satu problem dalam pendidikan
adalah para pengajar kurang memiliki kompetensi dalam bidang keilmuan yang
diajarkannya. Misalnya, banyak para guru yang mengajarkan ilmu-ilmu Hadis tapi
bidang studi yang mereka ambil bukanlah ilmu-ilmu Hadis. Sehingga mereka tidak
maksimal dalam mengajar atau mendidik anak, atau bisa dikatakan hanya sekedar
mengajar saja. Lembaga pendidikan yang baik adalah lembaga pendidikan yang
memiliki tenaga pengajar sesuai dengan kompetensi keilmuannya, agar dapat
mendukung keberhasilan proses pembinaan intelektual anak.
Kedelapan, iklim lembaga
pendidikan yang kondusif, penuh kekeluargaan, saling asah, asuh, dan asih.
Kondisi pendidikan di Indonesia kini dipenuhi dengan kasus ‘bullying’. Adat
ketimuran yang dimiliki dalam proses pendidikan dahulu kini berganti dengan
kebiasaan mengejek dan menghina, baik secara fisik ataupun psikis. Penting
untuk orang tua agar melihat dari dekat seperti apa proses pergaulan di sebuah
lembaga pendidikan. Ini dilakukan agar bisa menyelamatkan anak dari kebiasaan
‘bullying’ yang sudah menjadi kelumrahan dalam sebuah institusi pendidikan, boarding
school ataupun non boarding school.
Selamat memilih lembaga pendidikan
yang tepat untuk sang buah hati. Semoga pilihan para orang tua membawa kebahagiaan dan keberkahan
bagi anak-anak keluarga muslim dunia dan akhirat. Aamiin.
·
*Mentor lembaga pendidikan Muslim Cendekia Madani dan pakar psikologi pendidikan Islam
*Mentor lembaga pendidikan Muslim Cendekia Madani dan pakar psikologi pendidikan Islam