Pemikiran Pendidikan Ulil Amri Syafri (Part 2 habis)
Al-Qur'an
menjadi sumber inspirasi utama dalam seluruh pertimbangannya dan
gagasannya. Ayat-ayat Tuhan, yang
berbunyi, “Wa laqad karramnā banī Ādam” (QS. Al-Isra: 70)—“Sesungguhnya Kami
telah memuliakan anak cucu Adam,” mengajarkan Ulil Amri Syafri tentang nilai-nilai
pendidikan. Dari ayat ini, ia meletakkan
dasar gagasan bahwa pendidikan adalah upaya untuk memuliakan manusia, menjaga
fitrah ilahiah, dan menanamkan rasa tanggung jawab moral. 
#ulilamrisyafri
Ulil Amri
mengatakan bahwa pendidikan harus dilakukan dalam dua arah: "Himāyatul fiṭrah
wa tanmiyatul mawāhib." Dengan kata lain, pendidikan harus menumbuhkan
kreativitas, rasa ingin tahu, dan bakat insani untuk membuat orang menjadi
individu yang bermanfaat, bukan mengikis kemurnian hati dan akal. Ia percaya bahwa pendidikan dapat membantu
memajukan potensi kemanusiaan dan mempertahankan fitrah yang murni.
2. Pendidikan
Berbasis Adab dan Rasa
Ulil Amri Syafri mengatakan bahwa adab adalah dasar peradaban. Ia menolak paradigma pendidikan
modern yang hanya mengukur keberhasilan dari hasil kognitif. Dia percaya bahwa pendidikan yang benar harus
mencapai dimensi qalb, atau hati dan rasa. “Kematangan budi dan kehalusan adab
kini dikesampingkan, padahal di situlah letak kemuliaan manusia.” Adab bukan
sekadar etika sosial, tetapi kehalusan batin yang memancar dari kesadaran
spiritual dan tanggung jawab moral.
Ulil Amri
menegaskan dalam bukunya "Pendidikan Bukan-Bukan" bahwa sistem
pendidikan nasional telah kehilangan nilai kemanusiaan dan kejujuran. Ia
menunjukkan bahwa siswa didorong untuk mengejar status dan gelar tetapi
mengabaikan moralitas, kesantunan, dan tanggung jawab sosial. "Wahai
pelajar, jangan menjadi koruptor di masa depan.
Jaga moralitas Anda, karena orang bodoh dapat menghancurkan
negara." Buku ini berfungsi sebagai seruan moral untuk memastikan bahwa
pendidikan tidak menghasilkan generasi cerdas yang tidak bermoral, tetapi
orang-orang yang berilmu dan berakhlak. 
#ulilamrisyafri
Menurut Ulil
Amri, pendidikan dan peradaban adalah satu dan sama. Sistem pendidikan yang berjiwa, berkarakter,
dan berpijak pada nilai-nilai budaya bangsa menciptakan peradaban. Karenanya ia
menghubungkan pemikiran tokoh-tokoh seperti Ki Hajar Dewantara, Mbah Hasyim
Asy‘ari, dan ulama-ulama lokal Nusantara sebagai pilar konseptual untuk
membangun “Peradaban Pendidikan Nasional.”
Bagi Ulil Amri,
nasionalisme yang tumbuh dari pendidikan bukanlah nasionalisme sempit,
melainkan nasionalisme kultural dan spiritual.
Cinta tanah air, dalam pandangannya, bersumber dari kesadaran akan
anugerah Tuhan yang termanifestasi dalam budaya, bahasa, dan nilai-nilai luhur
bangsa. Ia mendorong agar pendidikan karakter di Indonesia berakar pada
kearifan lokal dan nilai-nilai religius.
Ulil Amri
menekankan pentingnya "kedekatan hati" antara guru dan murid dalam
praktik dan pandangan filosofisnya. Dia
percaya bahwa pendidikan adalah percakapan langsung antara orang-orang dan
bukan sekadar penyebaran pengetahuan.
Guru bukan hanya penyampai pelajaran; mereka adalah pembimbing
jiwa. Relasi itu harus dilandasi kasih,
keikhlasan, dan penghormatan timbal balik — sebagaimana nilai-nilai yang
diajarkan dalam Al-Qur’an dan tradisi para ulama terdahulu.
Pemikiran pendidikan Dr. Ulil Amri Syafri menampilkan sintesis antara spiritualitas Qur’ani, kebudayaan lokal, dan visi kebangsaan. Ia menawarkan arah baru bagi pendidikan Indonesia: pendidikan yang tidak hanya mencerdaskan akal, tetapi juga menyucikan hati; pendidikan yang tidak sekadar menghasilkan tenaga kerja, tetapi melahirkan manusia yang beradab, merdeka, dan berjiwa bangsa




0 komentar:
Post a Comment