Yang unik dari Camping Madrasah Internasional Technonatura
Sistem camping ini memiliki beberapa hal yang menonjol. Yang pertama, struktur peran yang didasarkan pada usia dan tingkat kedewasaan pelajar. Siswa SMP di kelas 7 berpartisipasi dan bertindak sebagai ketua regu, siswa SMP di kelas 8 bertindak sebagai panitia penuh dari persiapan hingga pelaksanaan, dan siswa SMP di kelas 9 bertindak sebagai pengawas dan pendamping mentor bagi adik-adiknya. Ini bukan hanya pembagian peran administratif; ini adalah latihan kepemimpinan kontekstual yang dilakukan secara bertahap.
![]() |
| #ulilamrisyafri |
Kedua, siswa kelas 8 harus membuat proposal kegiatan
lengkap sebelum kegiatan dimulai. Proposal ini harus mencakup latar belakang,
tujuan, dasar, jadwal, dan estimasi biaya. Survei lokasi, daftar logistik,
pengaturan transportasi, dan pengelolaan dana sekolah semuanya dilakukan
melalui sistem laporan keuangan yang transparan. Saat ini, integritas dan
kecakapan manajemen yang jarang ditemukan di usia mereka muncul. Dalam
masyarakat pendidikan yang kecil, siswa ini seolah-olah berlatih menjadi masyarakat
sipil.
Ketiga, empat dimensi kecerdasan dibangun melalui kegiatan lapangan selama tiga hari. Spiritual Quotient (SQ) adalah kesadaran tadabbur alam dan tafakur yang melatih rasa kehadiran Allah di antara ciptaan-Nya; Emotional Quotient (EQ) adalah pembentukan karakter seperti sabar, berani, bekerja sama, dan berempati; dan Intelligence Quotient (IQ) adalah penerapan pengetahuan teknis dan ilmiah dalam situasi nyata seperti mendirikan tenda, mengatur makanan, dan sebagainya. Physical Quotient (PQ) yaitu ketahanan tubuh dan ketangguhan mental melalui aktivitas alam yang menuntut keseimbangan antara tenaga dan pikiran.
Keempat, Selain itu, kemampuan siswa untuk membuat dokumen
formal, mengelola dana, dan mengatur acara lintas jenjang termasuk untuk adik-adik Sekolah Dasar (SD) menunjukkan bahwa
budaya kerja sistemik telah terinternalisasi di madrasah. Mereka bekerja karena
rasa tanggung jawab kolektif daripada arahan. Di sini terlihat benih-benih
kebiasaan sipil, yaitu kebiasaan hidup yang teratur dan teratur yang membangun
ketahanan fisik dan kekuatan mental melalui aktivitas alam yang membutuhkan
keseimbangan antara tenaga dan pikiran.
Observasi lokasi oleh mereka, menunjukkan
pertimbangan yang teliti dan sistematis, termasuk luas parkiran yang dapat
menampung sebelas truk besar, kualitas fasilitas seperti mushalla dan toilet,
serta faktor keamanan, kebersihan, dan daya dukung lingkungan sekitar. Mereka
membuat pilihan berdasarkan proses belajar berbasis rasa dan tanggung jawab
kolektif, bukan hanya keputusan teknis. Para pelajar tidak hanya melihat,
tetapi mereka juga menimbang nilai dan konsekuensi dari setiap keputusan yang
mereka buat. Hal ini menunjukkan keberhasilan pendidikan yang mengasah
kecerdasan praktis (al-‘aql al-‘amali). Dalam istilah Ibnu Khaldun disebut ʿaql al-madani, sekaligus moralitas dalam
bertindak (al-‘aql al-akhlaqī), yaitu dua dimensi yang menjadi ruh dari pendidikan
sejati.
![]() |
| #ulilamrisyafri |




.jpeg)

0 komentar:
Post a Comment