Tujuan awal dari ide pendirian pesantren A. Hassan adalah untuk menyediakan tenaga muballigh yang memiliki kompetensi penyiaran Islam, serta membela dan mempertahankan ajaran Islam di tengah masyarakat. Tentu saja apa yang digariskan ustadz A. Hassan itu sangat berkait dengan alam yang sedang dihadapai umat Islam ketika itu.
Untuk mewujudkan tujuannya
tersebut, para santri dibekali skill untuk menjadi guru. Dalam hal ini, M.Natsir-lah yang banyak memberi bahan ajar tentang ilmu-ilmu
keguruan ketika pesantren masih di
Bandung.
Corak Pesantren mengikuti arah pikiran dan gaya A.
Hassan yang memang terkenal sebagai pemikir keislaman yang merdeka, ia kerap kali
menghidupkan cara dialog dan debat untuk menyampaikan beberapa pemikirannya
kepada masyarakat khusus sebelum kemerdekaan.
Hanya
saja sangat
disayangkan, tak lama setelah penjajah Jepang masuk Indonesia, banyak sekolahan
partikelir yang harus ditutup, termasuk Persis Bangil. Pesantren ini baru dibuka kembali pada
tahun 1951 oleh A. Hassan. Namun tepat tujuh tahun setelah dibuka, A. Hassan
meninggal dunia diusia
71 tahun dan
dimakamkan di pekuburan
umum Segok Bangil.
Letak Pesantren Persis Bangil berdekatan dengan
Pesantren Cangaan, salah satu pondok pesantren tua nan klasik yang terkenal
itu. Jika melihat kehidupan sosial budaya yang berkembang di Bangil hingga saat ini,
ditambah banyaknya ragam Pesantren yang ada dimana Pesantren Persis Bangil juga
ikut tumbuh dan berkembang bersama, maka Pesantren milik A. Hassan ini sudah
terbiasa dengan keragaman dan perbedaan yang amat mencolok sekalipun.
Dalam buku “Ulama
Pendiri, Penggerak dan Intelektual NU dari Jombang”, nama A. Hassan disebut
sebelum beliau menetap di Bandung pernah bersilaturrahim dan bertemu dengan KH.
Wahab Habullah rahimahullah (1888-1971), salah satu kader terbaik dari Hadratusy
syakh KH. Hasyim Asy’ari rahimahullah (1871-1947) dan juga tokoh penting dalam proses
pendirian organisasi Nahdlatul Ulama (1926).
baca selengkapnya Pendidikan Bukan_Bukan Dr. Ulil Amri Syafri
0 komentar:
Post a Comment