Banyak yang mengenal KH. M. Hasyim Asy’ari sebagai tokoh dan ulama karismatik yang pernah dimiliki Indonesia. Beliau sosok penting di balik pendirian gerakan keagamaan dan kemasyarakatan kaum santri dan Kiai yang dikenal dengan nama Nadhatul Ulama (1926).
Tak hanya oleh kalangan para kaum cerdik pandai, para kiai, dan para santri, sosok Sang Kiai pun dihormati secara kenegaraan. Di jajaran pemerintahan, pengormatan itu dilakukan dengan penyematan gelar Pahlawan Nasional kepada Sang Kiai melalui keppres no 249/1964 yang diterbitkan oleh Presiden RI pertama Sukarno.
Dalam sejarah, melalui inisiatif Sang Kiai mengumpulkan para kiai di Jawa dan Madura guna membahas persoalan bangsa yang amat genting, yang kesemuanya undangan itu tergabung dalam organisasi Nahdlatul Ulama. Dari pertemuan itu hingga keluarlah fatwa sang Sang Kiai yang dikenal sebagai “Resolusi Jihad”. Fatwa tersebut bisa dimaknai sebagai maklumat dan kebijakan berbasis teks-teks serta kajian mendalam keagamaan yang pada akhirnya sangat menentukan langkah-langkah perjuangan Indonesia ketika itu yang mayoritas muslim.
Poin-poin revolusi Jihad 20 Oktober 1945 dari Sang Kiai yang sangat terkenal itu antara lain:
1. Kemerdekaaan Indonesia yang di proklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 wajib dipertahankan,
2. Republik Indonesia satu-satunya pemerintahan yang sah wajib dipertahankan,
3. Musuh RI utamanya Belanda yang datang membawa sekutu tentu akan menjajah lagi,
4. Umat Islam—utamanya warga NU—wajib mengangkat senjata melawan Belanda dan sekutu,
5. Kewajiban tersebut adalah suatu jihad yang menjadi kewajiban setiap orang muslim (fardhu ‘ain)
yang berada dalam jarak radius 94 KM. sementara bagi mereka yang berada diluar jarak tersebut berkewajiban membantu saudaranya yang berada dalam jarrah 94 KM.
Dari musyawarah tersebut, setidaknya ada beberapa fatwa dari Sang Kiai yang dikeluarkan berkenaan dengan perhatian beliau kepada kebangsaan dan anti terhadap penjajah Belanda, yaitu:
1. perang melawan Belanda adalah jihad yang wajib dilaksanakan umat Islam Indonesia;
2. kaum muslimin diharamkan melakukan perjalanan ke Hajji mengunakan kapal penjajah Belanda;
3. kaum muslimin diharamkam memakai dasi dan atribut-atribut lain yang menjadi ciri khas penjajah.
Dari sekilas kisah di atas, Sang Kiai hadir laksana pelita untuk bumi Nusantara. Perjalanan hidup beliau sebagai ulama amat dihormati oleh semua lapisan anak negeri. Tentu saja kisah tersebut hanya bagian kecil dari goresan indah dan perjuangan heroik seorang kiai kharismatik. Maka, semangat dan kiprah Sang Kiai insyaAllah bisa menjadi referensi baik untuk perjuangan keagamaan dan sekaligus kebangsaannya.
Silakan baca selengkapnya di Pendidikan Bukan-Bukan. Dr, Ulil Amri Syafri, Lc., MA
Pendidikan Bukan-Bukan |
0 komentar:
Post a Comment