Cluster Casablanca, Sentul City, Bogor - Jawa Barat - 16810 | Hotline: 0813-1112-5384 (Call/SMS/WA)

01 November 2025

Guru: Retaknya Ekonomi & Kehormatan?

Pendidikan adalah fondasi peradaban. Kalimat ini sudah lama disepakati secara ijma'. Namun fondasi itu kini retak bukan karena kurangnya teknologi, melainkan karena lunturnya martabat guru. Krisis pendidikan Indonesia bukan terletak pada sarana digital, tetapi pada pergeseran nilai yang menempatkan guru hanya sebagai pelaksana kurikulum, bukan penuntun akal dan pembimbing jiwa.

Guru terjebak di banyak hal: birokrasi yang kaku hingga para guru terpenjara jiwanya oleh tuntutan birokrasi; Berlanjut pada beban administrasi yang menyesakkan, bahkan setingkat guru pun ada kewajiban publikasi ilmiah. Padahal tugas mendidik saja sudah amat berat. Kesejahteraannya jauh dari layak. Belum lagi ketimpangan distribusi guru, minimnya pelatihan bermakna, dan pudarnya penghargaan sosial; semua itu telah melahirkan generasi pendidik yang lelah dan kehilangan ruh kemanusiaan.

Akibatnya, pendidikan kehilangan arah esensi dan moral. Melenceng dari harapan Bapak Pendidikan kita, Ki. Hajar Dewantara. Sekolah kini lebih sibuk mencetak tenaga kerja daripada membentuk manusia beradab, manusia yang sanggup menciptakan peradaban yang adil, makmur, dan kelak bisa hidup sejatera dan harmonis masyarakat Indonesia.

Oleh karena itu, wacana mengembalikan guru kepada makna pamong adalah keniscayaan, yakni sosok penuntun yang tidak hanya mengajar, tetapi membimbing, mengasuh, dan menumbuhkan manusia agar mengenal dirinya, lingkungannya, dan Tuhannya.

Pamong adalah wajah sejati guru: menuntun dengan kasih, menegur dengan hikmah, dan mendidik dengan keteladanan. Dalam makna pamong inilah, guru menjadi jiwa dari pendidikan itu sendiri — bukan semata pengisi kurikulum, apalagi menempatkan diri hanya bekerja yang mendapatkan upah, tentu tidak! Pamong adalah penjaga kehidupan dan peradaban bangsa di setiap detik pengabdiannya.

Dalam pandangan Islam, pembaruan pendidikan yang sejati harus dimulai dari pengembalian maqām guru ke posisi aslinya: penjaga fitrah, pewaris nilai kenabian, dan penuntun jiwa bangsa. Guru bukan sekadar pengajar materi, tetapi perancang peradaban yang menanamkan adab, akal sehat, ilmu dan integritas moral. Negara harus menegakkan kembali martabat guru dengan kebijakan yang adil — kesejahteraan yang memanusiakan, pembinaan profesional berkelanjutan, serta ruang otonomi moral dan intelektual yang bebas dari tekanan politik dan birokrasi.

Karena itu, gerakan dan tuntutan guru hari ini tidak boleh berhenti pada soal kesejahteraan, tetapi harus diarahkan pada pemulihan wibawa dan martabat maqām guru yang telah lama direduksi. Sebab guru tidak boleh retak di dua sisi — ekonomi dan kehormatan. Bila salah satu rapuh, maka pilar peradaban bangsa akan ikut runtuh di satu abad Indonesia merdeka 2045. by: #Ulilamrisyafri