Cluster Casablanca, Sentul City, Bogor - Jawa Barat - 16810 | Hotline: 0813-1112-5384 (Call/SMS/WA)

04 July 2023

ADAB Rasa Lokal

“Kalau perlu biarlah ilmu sedikit asal jiwa besar, daripada ilmu besar tetapi jiwa kecil.” 

Begitulah kira-kira kata yang amat khusus dari seorang M. Sjafei. Maksudnya adalah mereka yang menanamkan dan memupuk sifat-sifat manusia lebih utama dari mereka yang memiliki segudang ilmu. Pemikirannya ini dapat diklasifikasikan untuk menggambarkan situasi dan kondisi pendidikan Indonesia.

Pertama, dalam sosial masyarakat Indonesia saat ini ada jiwa yang berkaitan dengan keagamaan yang tak boleh abai, bahkan harus menjadi ciri khas masyarakat Indonesia, yaitu manusia beragama dan bertoleransi. Pada konsentrasi ini butuh para konseptor sekelas ulama yang berwawasan luas dan berkebangsaan agar dapat memberi rumusan yang bisa dimanfaatkan dunia pendidikan di Indonesia.

Kedua, pembangunan jiwa yang berkait dengan perwatakan manusia, tentunya yang didasasi akhlak mulia. Diantaranya adalah pribadi percaya kepada diri sendiri, rasional dan logis, berperasaan tajam dan kritis, gigih atau ulet, aktif, punya daya cipta dengan kecerdasannya, ketekunan berusaha, dan kejujuran. Pembangunan jiwa ini dimasukan pada seluruh proses pendidikan dan pengajaran, bukan terpisah-pisah. Guru bisa mendidik berpikir logis pada materi matematika, pun demikian dalam mendidik akhlak. Harus logis bukan mistis.

Ketiga, yang amat khas dari pemikiran dari M. Sjafei adalah mendorong pengembangan bakat diri setiap anak di Indonesia. Artinya, jiwa anak-anak Indonesia harus terus diberi ruang agar minat dan bakatnya tidak saja tumbuh, tapi dengan pendidikan dan pengajaran, menjadikan minat dan bakat anak-anak Indonesia itu berkembang menjadi ‘skill professional’. ‘Skill professional’ ini adalah kekayaan yang sulit ditandingi jika betul-betul dapat terealisasi. Pendidikan bukan saja mengisi otak, tapi juga bakat dan keterampilan sebagai kekuatan. Pemikiran ini sekaligus membantah konsep dan desain kurikulum dan pengajaran one prototype dari Sabang sampai Marauke yang telah berlaku puluhan tahun di negeri ini. Bagi penulis, ‘one state, one curriculum’ memang pemikiran yang aneh bin ajaib.

Keempat, sehebat apapun anak-anak Indonesia, harus memiliki jiwa nasionalisme yang kuat sebagai manusia yang terlahir, bernafas, dan dibesarkan di bumi pertiwi ini. Maka, memiliki sikap Pancasilais bagi Sjafei menjadi am
at penting untuk keselamatan nusa dan bangsa. Jangan pula manusia Indonesia menjual dan merusak citra bangsanya pada bangsa lain di dunia, sekalipun mereka kelak mencari hidup di negara lain. Indonesia tanah airku, tanah tumbah darahku, dengan segala karunia dari-Nya. 

Jika pemikiran Sjafei dikorelasikan pada orientasi kelembagaan saat ini, maka kelembagaan semestinya tidak berorientasi elitis dan hanya semata menghasilkan tenaga kerja atau buruh. Bahkan tidak pantas pula bila lembaga pendidikan Indonesia berorientasi pada pemikiran kolonialis yang memperbudak sesama manusia sebagai warisan cara kerja penjajah. Lembaga pendidikan harus berpikir lebih realistis akan kemampuan dan kebutuhan perkembangan diri anak didik. 

 Silakan baca buku terbaru Pendidian Adab Rasa Lokal dan buka Channel Kampus Digital Dr. Ulil Amri Syafri

#ADAB




0 komentar:

Post a Comment