Cluster Casablanca, Sentul City, Bogor - Jawa Barat - 16810 | Hotline: 0813-1112-5384 (Call/SMS/WA)

23 April 2017

Bahasa Arab Sebagai Pengantar Pembelajaran Ilmu Komputer

Pelajar MCM belajar membuat dan mengelola blog dengan bahasa Arab sebagai bahasa pengantarnya
Bila anda berkesempatan untuk mengunjungi berbagai lembaga pendidikan berbasis pesantren di Indonesia, maka anda akan menjumpai berbagai macam tingkat pengajaran bahasa Arab dengan berbagai variasi metodenya.

Saat berkunjung barangkali anda akan menjumpai pengajaran bahasa Arab sederhana dengan metode pengenalan benda-benda di sekitar sekolah ataupun di sekitar asrama ditambah percakapan-percakapan sederhana seperti "Man anta?" "Masmuka?" "Min aina anta?" diikuti dengan peningkatan jumlah mufradat (kosakata) sedikit demi sedikit dari puluhan, ratusan hingga ribuan kata.

Bisa jadi pula anda menjumpai pengajaran bahasa Arab di tingkat tsanawiyyah dan aliyyah yang lebih mengedepankan kaidah-kaidah Nahwu (Tata Bahasa Arab) dan Sharaf (Ilmu Derivasi Kata) sebelum menguasai kemampuan istima' (listening) dan takallum (conversation) yang tentu punya konsekwensi tersendiri, yaitu timpangnya kemampuan peserta didik dalam kaidah-kaidah bahasa dengan minimnya penguasaan mufradat yang berakibat pada lemahnya penguasaan bahasa itu sendiri. Fenomena ini banyak dijumpai di pesantren-pesantren di Indonesia, termasuk juga di wilayah asia tenggara.

Di lembaga-lembaga setingkat diploma bahasa Arab, pengajaran bahasa Arab lebih maju dan disampaikan secara aktif dan komprehensif. Dalam artian, bahasa Arab digunakan setiap hari secara aktif dan dalam banyak bidang yang tentunya hal yang demikian itu adalah sesuatu yang menggembirakan, sebab inti dari sebuah bahasa -apapun bahasanya- adalah mumaarasah alias praktik! Tanpa itu, kita bisa jadi lupa akan bahasa ibu kita sendiri jika tidak pernah mempraktikkannya.

Dalam pengembangan bahasa Arab di Indonesia, meski penggunaannya cukup variatif di lembaga-lembaga berbasis pesantren dan ma'had aly, namun tetap ada keterbatasan penggunaan karena tujuan pembelajaran bahasa Arab di Indonesia masih sebatas untuk mengkaji dan mendalami sumber-sumber referensi ilmu-ilmu syariat. Maka tak heran bila istilah-istilah bahasa Arab yang jamak dikenalkan di pesantren-pesantren, tempat-tempat kursus dan ma'had-ma'had aly tersebut masih terbatas pada istilah-istilah yang terkait dengan ilmu-ilmu keislaman.

Mufradat yang dihafal masih terkait erat dengan ilmu Nahwu, Sharaf, Balaghah, Arudh, Manthiq, Aqidah, Fiqh, Ushul Fiqh, Al-Quran, Al-Hadits, Akhlaq, atau segala sesuatu yang boleh kita sebut sebagai Kitab Kuning Sentris, ditambah dengan mufradat seputar keperluan sehari-hari seperti benda-benda yang dikenal di rumah, di asrama, di kelas, di lapangan, di masjid, di perpustakaan dan kata-kata kerja yang terkait dengannya.

Hal itu dapat kita jumpai dengan jelas di dalam kitab-kitab muqarrar (buku pegangan) pembelajaran bahasa Arab seperti Al-Arabiyyah Lin Nasyi'in (yang banyak digunakan di Indonesia), Durusul Lughah Al-Arabiyyah, Silsilah Ta'lim Al-Arabiyyah (yang banyak digunakan di mahad-mahad aly di Indonesia), Metode Mustaqilli, dan banyak lagi.

Maka saat alumninya berinteraksi dengan media-media berbahasa Arab seperti majalah-majalah timur tengah, media-media online, channel televisi timur tengah, ataupun siaran radio berbahasa Arab yang menggunakan bahasa Arab paling mutakhir, barulah terasa sulitnya mengikuti dan memahami bahasa Arab tersebut.

Belum lagi jika membayangkan diberi amanah untuk menjadi mutarjim faury (live translator) dalam seremoni-seremoni kenegaraan atau kunjungan-kunjungan politik bilateral seperti yang biasa kita lihat di televisi. Saat itu barangkali bahasa Arab berubah menjadi mimpi buruk yang mengerikan bagi fresh graduate dari pesantren-pesantren yang dikenal aktif berbahasa Arab karena ternyata banyak istilah-istilah modern dalam berbagai disiplin ilmu yang tidak pernah mereka dengar sebelumnya.

Istilah-istilah bahasa Arab tentang ekonomi, militer, matematika, sains, komputer, kedokteran, industri, pertanian, politik atau sosiologi yang muncul di koran-koran berbahasa Arab ataupun di media-media online menjadi sesuatu yang sulit difahami karena memang tidak pernah diajarkan di lembaga-lembaga berbasis pesantren atau mahad-mahad aly tersebut.

Terlebih lagi, ada salah seorang pemerhati perkembangan bahasa Arab asal Indonesia yang menyatakan bahwa koran-koran berbahasa Arab di timur tengah, setiap harinya memunculkan 25 kosakata baru dalam bahasa Arab, yang bila kita hitung kasar, maka ada lebih dari 9000 kosakata baru per tahun. Maka kita bisa membayangkan betapa tertinggalnya pembelajar bahasa Arab hanya untuk masa satu dasawarsa saja.

Di sinilah perlunya pengembangan bahasa Arab lebih jauh melebihi dasawarsa-dasawarsa yang telah lalu dan menempatkannya sejajar dengan bahasa internasional lainnya seperti bahasa Inggris, Mandarin, Jepang dan Korea yang menyerbu Indonesia melalui film-film, budaya dan produk-produk teknologinya. Dengan usaha ini kita berharap bahasa Arab di masa yang akan datang tidak hanya berhenti menjadi bahasa kajian Al-Quran dan Al-Hadits saja, namun juga menjadi bahasa keseharian kaum muslimin Indonesia yang digunakan dalam lapangan apapun.

Memang sulit membayangkan anak-anak kita mempelajari dengan serius istilah-istilah matematika, sains, teknologi dan kedokteran dalam bahasa Arab. Sebab, diakui ataupun tidak, kita masih bertanya suatu hal yang prinsipil -atau setidaknya dianggap demikian- "Apa gunanya?" Bukankah mereka akan berdakwah dan berkarya di Indonesia yang notabene berbahasa Indonesia?

Jawaban atas pertanyaan di atas kembali kepada visi masing-masing dari kita. Apakah ikhtiar kita sekarang dalam mengajarkan bahasa Arab kepada anak-anak kita sebatas ingin agar mereka bisa mengkaji Al-Qur'an dan Al-Hadits lebih baik dari kita? Ataukah kita mempunyai tumuuh atau ambisi yang lebih besar, seperti kita berharap bahwa anak-anak kita menjadi pemain utama dalam percaturan peradaban dunia di masa yang akan datang? Bilamana kemudian di masa 10-20 tahun lagi, di saat bahasa Arab menjadi bahasa populer -sekaligus bahasa kebanggaan- anak-anak muslim Indonesia, tidakkah kita melihat anak-anak kita akan ketinggalan bila tidak memaksimalkan potensinya sejak sekarang?

Menjawab visi tersebut, Muslim Cendekia Madani berusaha mengembangkan sesuatu yang baru di kelas-kelas pembelajaran bahasa Arabnya. Di samping Al-Arabiyyah Baina Yadaik yang menjadi buku ajar standar dalam pembelajaran tingkat dasar dan menengah, MCM juga memberikan kelas-kelas pembelajaran komputer dengan bahasa Arab sebagai bahasa pengantarnya.

Pembelajaran semacam ini tentu membutuhkan persiapan, yaitu keharusan adanya pengenalan mufradaat (kosakata) yang berhubungan dengan ilmu komputer dan teknologi sebelum dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pembelajaran ilmu komputer.

Contohnya, kata monitor dalam bahasa Arab yang resmi disebut "Asy-Syaasah." Sedangkan keyboard disebut "Lauhatul Mafaatih," lalu mouse disebut "Al-Fa'rah," printer disebut "Ath-Thaabi'ah," scanner disebut "Al-Maasih" dan proyektor disebut "Al-Mishlaath." Adapun istilah resmi untuk touch screen adalah "Asy-Syaasah Al-Maasihah," lalu untuk aplikasi digunakan kata "At-Tathbiiq" dan untuk menyebut medsos digunakan istilah "Wasaail Al-I'laam Al-Ijtimaa'iyyah" dan masih sangat banyak lagi.

Paling tidak, peserta didik diwajibkan menghafal sekitar 250-500 kata bahasa Arab yang terkait dengan istilah-istilah ilmu komputer sebelum pembelajaran materi-materi ilmu komputer itu dimulai.

Di antara materi-materi ilmu komputer yang diajarkan adalah:
  • Operating System (Nizham At-Tasyghil).
  • Word Processor (Mu'alijul Kalimaat).
  • Presentation (Al-'Ardlu).
  • Animation (At-Tahriikah).
  • Sound Editing (Tahriir Ash-Shauth).
  • Blog (Al-Mudawwanah).
  • Posting (An-Nasyr).
  • Custom Template (Al-Qaalib Al-Mukhashshash).
  • Source Code Modification (Ta'diil Mashdar Ar-Ramz).
  • Custom Domain (An-Nithaaq Al-Mukhashshash).
  • Document Embedding (Tadhmiin Al-Mustanad).
  • Social Media (Wasaail Al-I'laam Al-Ijtimaa'iyyah).
  • Computer Security (Himaayatul Haasuub).
  • Dan lain-lain.
Peserta didik di MCM sangatlah antusias dengan materi-materi ini karena berkenaan langsung dengan dunianya. Sebab, para remaja di zaman ini adalah para remaja dari generasi yang memang terlahir melek komputer dan melek internet bila dibandingkan dengan para remaja di era 90-an. Maka, meski istilah-istilah bahasa Arab yang harus mereka hafal terbilang asing dan sama sekali baru, namun rasa keingintahuan mereka jauh melebihi hambatan-hambatan kecil tersebut.

Benar memang bila bahasa adalah masalah mumaarasah, namun menemukan tombol yang tepat untuk menggerakkan para remaja ini agar bersuka cita dalam belajarnya adalah masalah serius bagi para pendidik. Karena dalam dunia pendidikan terdapat satu aksioma yang menyatakan bahwa metode selalu lebih penting daripada materi dan pendidik selalu lebih penting daripada metode.

Adalah satu kepastian bahwa para remaja ini akan tumbuh dewasa di dunia masa depan yang akan sangat tergantung dengan komputer dan perangkat elektronik, maka mengajarkan ilmu komputer kepada mereka di usia dini ibarat mengajarkan cara mengetik cepat metode 10 jari kepada sekelompok orang yang masih menulis dengan batu sabak. Siapapun yang menguasainya laksana manusia melek di tengah kampung tuna netra. Dia pasti menjadi pemimpin mereka. Ditambah dengan kemampuan penggunaannya dalam bahasa Arab, maka mereka akan menjadi pemimpin yang unik di masanya.

Tidakkah ini menjadi visi kita tentang masa depan anak-anak kita?

0 komentar:

Post a Comment