Oleh: Dr. Muhyani, M.Psi. T.
Kalau kita membaca sejarah Islam, maka akan dijumpai banyak Daulah (Pemerintahan) Islam yang mencapai puncak kejayaannya, diawali dengan Kota Nabi (Madinah), dilanjutkan dengan masa khufaaurrasyidin (Abu Bakar, Umar, utsman, dan Ali), Bani Umayah, Abasiyah, SalJuk, Andalusia, kemudian pemerintahan Islam di Nusantara dari Samudra Pasai, Demak, Pajang, Mataram, Tidore, dan kesultanan lain yang pernah ada.
Ternyata kunci kesukesan mereka didominasi oleh dunia perdagangan, sebagai contoh misalnya ketika Abdurahman bin Auf tiba di Madinah dengan tidak membawa apa-apa, ia ditawari kekayaan bahkan istri oleh shabat Anshar. Namun ia cukup minta ditunjuki dimana pasar. Kemudian ia datangi pasar itu dan mulai berbisnis, dan dalam waktu yang cukup singkat ia bisa menjadi saudagar besar di Madinah.
Hampir setiap pusat pemerintahan di kesultanan Islam pasti dekat pusat pemerintahan (Masjid) di depannya ada pasar. Ini menandakan betapa pentingnya perniagaan, bahkan Nabi pernah bersabda : “Sembilan dari sepuluh karunia Allah ada di perniagan”. Didasari oleh Hadits tersebut maka Islam maju karena banyak saudagar Muslim yang berperan di setiap pemerintahan Islam. Bahkan sekarang indikasi suatu Negara menjadi Negara maju adalah diukur dari banyaknya pengusaha yang ada di Negara tersebut.
Lantas mengapa sekarang banyak Negara yang penduduknya sebagian besar beragama Islam banyak yang dikategorikan Negara miskin? Jawabannya sangat sederhana karena Negara itu adalah Negara bekas jajahan. Salah satu ciri Negara bekas jajahan adalah penduduknya Cuma dididik untuk menjadi pekerja. Para pelajar dan mahasiswa dipersiapkan untuk menjadi pegawai dan tukang, setiap tahun ribuan lulusan berbagai jenjang pendidikan, menggunakan ijazahnya untuk mencari kerja, akibatnya setiap tahun pengangguran intelektual semakin bertambah. Dan anehnya mental pekerja itu sudah mendarah daging di sebagian besar keluarga di Negara berpenduduk Muslim seperti Indonesia, sehingga terciptalah kemiskinan terstruktur.
Karena itu sudah saatnya kaum muslimin harus bangun dari tidurnya, lembaga pendidikan Islam harus mengubah orientasinya. Untuk mencapai kejayan Islam maka setiap muslim harus memiliki jiwa enterpreunership (jiwa saudagar). Sehingga para pelajar Islam harus dibekali dengan jiwa saudagar. Munculnya jiwa saudagar akan bersaman dengan munculnya jiwa leadership (kepemimpinan), jiwa saudagar akan melahirkan sikap jujur, sebab kunci keberhasilan seorang saudagar adalah kejujuran dan kemampuan berkomunikasi yang handal. Kemampuan enterpreunership, leadership, jujur, dan kemampuan berkomunikasi adalah unsur utama dari life skill. Pelajar yang memiliki life skill dia akan jadi pemenang. Nah untuk mengembalikan kejayaan Islam di masa datang, maka tugas Lembaga pendidikan Islam selain menghasilkan lulusan yang kompeten di bidang syariah dan ilmu lainnya, juga memiliki life skill (enterpreunership, leadership, jujur dan komunikator).
0 komentar:
Post a Comment